Kunci Ketenangan ala Pierre Hadot: Jangan Tolak Perasaanmu, Kendalikanlah
- Image Creator Grok/Handoko
Malang, WISATA – “Ketenangan batin lahir dari pengendalian emosi, bukan dari penolakan terhadap perasaan.” Kalimat ini datang dari Pierre Hadot, filsuf Prancis yang dikenal luas karena menghidupkan kembali filsafat kuno sebagai panduan praktis hidup modern. Di tengah dunia yang sering kali menuntut kita untuk ‘kuat’ dan memendam emosi, Hadot menyampaikan pesan yang revolusioner sekaligus menyejukkan: bukan perasaan yang harus dibuang, tetapi cara kita mengelolanya yang perlu dilatih.
Dalam ajaran filsafat Stoik, yang banyak dikaji dan disebarkan kembali oleh Hadot, ketenangan jiwa atau ataraxia bukan dicapai dengan menekan perasaan, tetapi dengan memahami dan mengarahkan reaksi emosional agar tidak menguasai kita. Hadot menekankan bahwa manusia bukan robot. Kita punya emosi—marah, takut, sedih, bahagia—dan semua itu bukan musuh. Musuh sebenarnya adalah ketika kita membiarkan emosi mengendalikan pikiran, ucapan, dan tindakan.
Mengapa Banyak Orang Gagal Mencapai Ketenangan?
Di era media sosial yang penuh citra, banyak orang merasa harus selalu tampil bahagia. Perasaan seperti kecewa, takut, cemas, atau marah sering kali dianggap tanda kelemahan. Akibatnya, orang cenderung menolak atau memendam emosi tersebut, bukan memahaminya.
Hadot menyebut penolakan emosi ini sebagai bentuk pelarian diri. Menolak perasaan tidak membuatnya hilang; ia hanya tertimbun dan bisa meledak di saat yang tak terduga. Ketenangan sejati, kata Hadot, justru hadir ketika kita bisa mengenali perasaan dengan jujur, lalu menanggapi dengan bijaksana.
Filsafat Kuno: Menyambut Emosi, Bukan Menyingkirkannya
Pierre Hadot merujuk pada praktik-praktik kuno yang dilakukan oleh filsuf seperti Seneca, Epiktetos, dan Marcus Aurelius. Mereka tidak menganggap emosi sebagai kutukan, tetapi sebagai sinyal—tanda bahwa ada sesuatu dalam diri atau lingkungan yang perlu diperhatikan.