Jules Evans: “Emosi Bukan Musuh. Mereka Adalah Sinyal yang Perlu Kita Dengarkan dengan Bijaksana”

Jules Evans
Sumber :
  • Cuplikan layar

Sebagai penulis buku Philosophy for Life and Other Dangerous Situations (2012), Jules Evans banyak mengulas bagaimana filsafat Stoik dan terapi kognitif perilaku (CBT) dapat digunakan untuk memahami emosi dengan lebih jernih. Berbeda dari anggapan umum bahwa Stoikisme mengajarkan untuk menekan emosi, Evans menunjukkan bahwa Stoikisme justru mengajarkan untuk mengenali emosi, menganalisisnya, lalu meresponsnya secara bijak.

“Saat Kamu Merasa Sudah Tahu Segalanya, Itulah Saat Kamu Berhenti Belajar” – Peringatan Tajam dari Ryan Holiday

CBT sendiri, yang ia pelajari setelah mengalami gangguan kecemasan, menekankan pentingnya menggali pikiran dan perasaan yang mendasari emosi, bukan sekadar menolaknya.

Emosi sebagai Pemandu, Bukan Penentu

“Ego adalah Musuh Terbesar dari Pertumbuhan” – Pelajaran Penting dari Ryan Holiday untuk Siapa Saja yang Ingin Maju

Evans menyarankan untuk melihat emosi sebagai “sinyal navigasi batin—mereka memberi tahu kita apa yang penting, apa yang salah, dan apa yang perlu ditinjau ulang. Namun, sinyal ini harus ditafsirkan dengan bijak, bukan ditelan mentah-mentah atau ditolak sepenuhnya.

Contohnya:

  • Rasa marah bisa menjadi tanda bahwa batas pribadi telah dilanggar.
  • Rasa takut bisa menjadi isyarat perlunya persiapan atau kewaspadaan.
  • Rasa sedih bisa menjadi proses alami dari kehilangan yang perlu diakui.
Albert Camus: “Kemajuan Sejati Terletak pada Keberanian Mengakui Kesalahan Sendiri”

Pentingnya Literasi Emosional

Halaman Selanjutnya
img_title