Pesan Abadi Epikuros: “Tidak Semua Kenikmatan Patut Dikejar, Tidak Semua Penderitaan Harus Dihindari”

Epikuros (341–270 SM)
Sumber :
  • Image Creator Grok/Handoko

Jakarta, WISATA — Dalam dunia modern yang dipenuhi budaya instan, pencarian kesenangan tanpa batas, dan ketakutan terhadap penderitaan, kutipan filsuf Yunani kuno, Epikuros, kembali menjadi sorotan: “Tidak semua kenikmatan patut dikejar, tidak semua penderitaan harus dihindari.”

Seneca: Orang yang Takut Mati Tak Akan Pernah Hidup Sepenuhnya

Pernyataan ini bukan sekadar kalimat bijak. Ini adalah inti dari ajaran Epikuranisme, aliran filsafat yang dipelopori oleh Epikuros dan kini dianggap sebagai salah satu panduan hidup yang paling relevan untuk menghadapi kehidupan modern yang serba cepat dan penuh tekanan.

Kenikmatan Bukan Tujuan Utama, Tapi Sarana Kebijaksanaan

Seneca dan Seni Menjalani Hidup: Pelajaran Bijak dari Filsuf Stoik Romawi

Epikuros bukanlah pendukung hedonisme ekstrem seperti yang sering disalahpahami. Baginya, kenikmatan yang sejati adalah kebebasan dari rasa sakit, baik secara fisik maupun mental. Oleh karena itu, tidak semua bentuk kenikmatan layak dikejar, terutama jika dalam jangka panjang menimbulkan penderitaan atau merusak keseimbangan hidup.

Contohnya, mengejar kenikmatan dalam bentuk konsumsi berlebih, gaya hidup mewah, atau kesenangan instan dari media sosial, bisa jadi menimbulkan kecemasan, kelelahan, hingga depresi. “Kebijaksanaan adalah kunci untuk mengetahui kapan kenikmatan itu membawa manfaat, dan kapan justru menjadi jebakan,” kata pakar filsafat klasik dari Universitas Indonesia, Dr. Sinta Ratnasari.

Naval Ravikant: Kebahagiaan Itu Diciptakan, Bukan Ditemukan

Penderitaan yang Perlu Diterima

Lebih jauh, Epikuros juga mengajarkan bahwa tidak semua penderitaan harus dihindari. Beberapa bentuk penderitaan justru penting sebagai bagian dari proses pertumbuhan dan pembelajaran. Rasa sakit karena kehilangan, kegagalan, atau kesulitan hidup, dapat menjadi momen reflektif yang memperkuat karakter dan membuat seseorang lebih bijaksana.

“Dalam dunia modern yang terlalu cepat ingin merasa nyaman, filosofi Epikuros menjadi penyeimbang. Ia mengajarkan bahwa menerima penderitaan sebagai bagian dari kehidupan adalah kunci menuju ketenangan jiwa,” tambah Sinta.

Relevansi dalam Kehidupan Modern

Di era media sosial, banyak orang terjebak dalam ilusi kehidupan yang sempurna. Kenikmatan sering diukur dari jumlah likes, followers, atau pencapaian materi, bukan dari kedamaian batin atau relasi yang bermakna. Epikuranisme hadir sebagai pengingat untuk tidak terjebak dalam pencarian kenikmatan semu yang hanya bersifat sesaat.

Sebaliknya, ajaran Epikuros mengarahkan manusia untuk membedakan mana kenikmatan yang layak diperjuangkan—seperti hubungan sosial yang sehat, waktu luang yang tenang, atau hidup sesuai nilai—dan mana penderitaan yang perlu diterima sebagai bagian dari kehidupan, seperti kerja keras, introspeksi, atau ketidakpastian.

Pelajaran dari Epikuros

Berikut ini beberapa prinsip hidup dari Epikuros yang sejalan dengan kutipan terkenalnya tersebut:

  • Evaluasi setiap keinginan: Apakah itu benar-benar mendatangkan kebahagiaan atau hanya pemuas ego sementara?
  • Terima rasa sakit dengan bijak: Tidak semua rasa sakit buruk; kadang ia perlu untuk mendewasakan.
  • Hargai kesederhanaan: Kenikmatan sejati sering kali ditemukan dalam hal-hal sederhana—persahabatan, makanan sehat, waktu tenang.
  • Hindari ekses: Hidup berlebihan biasanya berujung pada kekacauan, bukan ketenangan.

Kutipan Epikuros ini membawa pesan penting yang dapat dijadikan pegangan dalam menjalani kehidupan di tengah gempuran budaya materialistik dan tekanan sosial modern. Ia mengajarkan manusia untuk menyaring apa yang patut dikejar dan menerima apa yang patut dijalani. Sebuah kebijaksanaan yang tak lekang oleh waktu.

“Kebahagiaan bukan berarti bebas dari penderitaan, tetapi bijak dalam menyikapinya.” – semangat Epikuros yang masih menginspirasi hingga kini.