Al Ghazali: “Kebahagiaan Hakiki Bukan Ditemukan di Dunia, Melainkan pada Ketenteraman Hati yang Tunduk kepada Pencipta”
- Image Creator Grok/Handoko
Jakarta, WISATA - Al‑Ghazali, ulama dan sufi besar dari abad ke‑11, menempatkan kebahagiaan pada dimensi batin yang paling dalam. Kutipannya—“Kebahagiaan hakiki bukan ditemukan di dunia, melainkan pada ketenteraman hati yang tunduk kepada Pencipta”—mengajak kita untuk merenungkan sumber kebahagiaan sejati dalam kehidupan yang kerap dipenuhi kesibukan dan hasrat materi.
Makna Ketenteraman Hati
Menurut Al‑Ghazali, ketenteraman hati muncul ketika jiwa mencapai kedamaian yang tidak goyah oleh cobaan, kesedihan, atau keserakahan. Ketenteraman ini bukan semata penghilang rasa gundah, tetapi kondisi batin yang stabil dan lapang karena adanya ketaatan dan penyerahan total kepada Tuhan. Hati yang tenang mampu menghadapi kesulitan hidup tanpa kehilangan harapan.
Tunduk kepada Pencipta sebagai Inti Kebahagiaan
Ketundukan kepada Pencipta dalam pandangan Al‑Ghazali meliputi kesadaran akan kebesaran Tuhan, pengakuan akan keterbatasan manusia, dan kepasrahan dalam takdir-Nya. Kepasrahan ini bukan bentuk keputusasaan, melainkan wujud kepercayaan penuh bahwa setiap kejadian — baik suka maupun duka — mendidik jiwa menuju kebaikan. Dengan demikian, ketaatan menjadi jalan bagi hati untuk berserah sekaligus terus berusaha.
Perbedaan antara Kebahagiaan Duniawi dan Abadi
Dunia menawarkan kenikmatan sementara: kekayaan, popularitas, atau kenyamanan fisik. Namun, pengalaman hidup mengajarkan bahwa semua itu bisa berpindah tangan, lenyap, atau menjadi sumber kecemasan. Al‑Ghazali mengingatkan bahwa kebahagiaan yang bersumber dari dunia bersifat rapuh dan sering menimbulkan ketergantungan. Sebaliknya, ketenteraman hati yang lahir dari iman dan ketaatan adalah kebahagiaan abadi yang tidak terpengaruh perubahan zaman.