Marcus Aurelius, kutipan Stoik, Stoikisme modern, jiwa dan tubuh, self-awareness, William B. Irvine, Ryan Holiday, Donal
- Image Creator Grok/Handoko
Jakarta, WISATA – Di tengah gempuran iklan, tekanan sosial media, dan budaya konsumtif yang terus tumbuh, sebuah kutipan klasik dari filsuf Stoik, Epictetus, kembali menjadi pengingat yang relevan:
“Orang bijak tidak bersedih atas apa yang tidak dimilikinya, tapi bersyukur atas apa yang dimilikinya.”
Kutipan ini bukan hanya kalimat indah, melainkan ajaran praktis yang telah terbukti lintas zaman. Dalam filsafat Stoik, ucapan Epictetus mencerminkan sikap hidup yang berakar pada pengendalian diri, penerimaan, dan rasa syukur—nilai-nilai yang semakin dibutuhkan di zaman modern.
Epictetus dan Inti Stoikisme: Mengendalikan yang Bisa Dih kendalikan
Epictetus, yang hidup sebagai budak sebelum menjadi filsuf besar di abad pertama Masehi, sangat menekankan bahwa kebahagiaan sejati bukan berasal dari luar diri, tetapi dari cara kita berpikir dan merespons dunia.
“Banyak orang terjebak dalam lingkaran keinginan tanpa akhir. Kutipan ini adalah kunci untuk keluar dari jeratan tersebut—dengan syukur,” jelas William B. Irvine, filsuf kontemporer dan penulis A Guide to the Good Life.
Irvine, bersama praktisi lain seperti Gregory Lopez dan Donald Robertson, telah membuktikan bahwa prinsip-prinsip kuno Stoikisme bisa diterapkan dalam kehidupan modern, terutama melalui latihan harian seperti journaling, visualisasi negatif (premeditatio malorum), dan voluntary discomfort.
Stoikisme dalam Era Digital dan Generasi Muda