René Descartes dan Gagasan tentang Tuhan: Pilar Rasionalitas dan Kebenaran

René Descartes:
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Jakarta, WISATA - René Descartes (1596–1650) adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan matematikawan asal Prancis yang dianggap sebagai Bapak Filsafat Modern. Salah satu pemikirannya yang paling terkenal adalah pernyataan, “Cogito, ergo sum” atau “Aku berpikir, maka aku ada”, yang menjadi tonggak penting dalam sejarah pemikiran Barat. Namun, di balik rasionalitasnya yang tajam dan skeptisisme metodologisnya, Descartes juga memandang keberadaan Tuhan sebagai aspek fundamental dalam menjamin kebenaran pikiran manusia.

Albert Camus: Kebaikan Sejati untuk Masa Depan Terletak pada Pengabdian Sepenuhnya di Masa Kini

Dalam filsafat Descartes, Tuhan bukan sekadar entitas keagamaan, tetapi merupakan prinsip epistemologis—sebuah dasar penting bagi pengetahuan yang pasti. Baginya, tanpa Tuhan, akal manusia tidak dapat dipercaya secara mutlak, karena bisa saja kita tertipu oleh kekuatan luar yang mempermainkan pikiran kita. Maka, "Keberadaan Tuhan adalah satu-satunya yang menjamin kebenaran pikiran kita" menjadi fondasi yang mempertemukan antara rasionalisme dan teologi.

Keraguan Metodologis: Fondasi Filsafat Descartes

Chrysippus: “Emosi Tidaklah Alamiah Jika Merusak Rasionalitas”

Salah satu kontribusi terbesar Descartes adalah metode keraguan radikal. Ia memulai proses berpikirnya dengan meragukan segala hal yang mungkin salah, termasuk pengalaman inderawi, keberadaan dunia luar, bahkan keberadaan tubuhnya sendiri. Ia bertanya: “Bagaimana jika semua yang saya percaya adalah ilusi?”

Namun, ada satu hal yang tidak dapat diragukan: fakta bahwa ia sedang meragukan. Dan jika ia meragukan, berarti ia sedang berpikir. Maka lahirlah pernyataan fundamental:

Socrates: “Hanya Ada Satu Kebaikan, yaitu Pengetahuan, dan Satu Kejahatan, yaitu Kebodohan”

“Cogito, ergo sum” – Aku berpikir, maka aku ada.

Pernyataan ini menjadi batu loncatan untuk membangun pengetahuan baru yang tidak bisa digoyahkan oleh keraguan.

Tuhan sebagai Penjamin Kebenaran

Setelah menetapkan keberadaan dirinya sebagai subjek yang berpikir, Descartes melanjutkan pencarian kebenaran yang tak terbantahkan. Ia menyadari bahwa untuk memastikan bahwa pikirannya tidak sedang ditipu, harus ada jaminan dari sesuatu yang lebih tinggi dan tidak mungkin salah.

Ia kemudian mengemukakan argumen tentang keberadaan Tuhan:

1.     Manusia memiliki ide tentang kesempurnaan.
Namun, manusia tidak sempurna, maka ide itu pasti berasal dari sesuatu yang benar-benar sempurna.

2.     Yang sempurna itu adalah Tuhan.

3.     Tuhan yang sempurna tidak akan menipu.

4.     Oleh karena itu, pikiran manusia yang jujur dan logis dapat dipercaya selama diselaraskan dengan akal sehat.

“Keberadaan Tuhan adalah satu-satunya yang menjamin kebenaran pikiran kita.” – René Descartes

Dengan kata lain, keberadaan Tuhan menjamin bahwa dunia bukan ilusi, dan akal manusia dapat digunakan untuk memahami realitas secara objektif.

Hubungan Antara Iman dan Akal

Descartes menempuh jalur yang unik dalam filsafat. Di satu sisi, ia sangat rasional dan menggunakan metode ilmiah. Namun di sisi lain, ia tidak memisahkan iman dari rasio, justru menjadikannya bagian dari landasan epistemologi.

Menurut Descartes, akal tanpa Tuhan bisa tersesat, dan iman tanpa akal bisa menjadi buta. Karena itu, dalam sistem berpikirnya, iman dan rasio saling melengkapi.

Hal ini menjadi pembeda besar antara Descartes dan para filsuf sebelumnya, seperti para skolastik abad pertengahan yang terlalu bergantung pada otoritas gereja, atau para empiris murni yang hanya percaya pada pengalaman.

Relevansi Pemikiran Descartes di Era Modern

Pemikiran Descartes tetap sangat relevan di era digital dan teknologi informasi saat ini. Dalam dunia yang dibanjiri oleh informasi, disinformasi, dan ilusi visual, kita memerlukan landasan berpikir yang kuat dan teruji.

Dengan memahami bahwa pikiran kita hanya bisa dipercaya jika diasah dengan akal dan diarahkan pada kebaikan universal, Descartes membantu kita menghadapi tantangan zaman:

  • Deepfake, hoaks, dan AI menuntut manusia untuk tidak mudah percaya pada indra atau emosi.
  • Kita harus mengembangkan kemampuan berpikir kritis, rasional, dan reflektif.
  • Kita juga perlu merefleksikan nilai-nilai spiritualitas, bukan sekadar teknologi tanpa arah moral.

Kutipan-Kutipan Penting Descartes

Berikut beberapa kutipan inspiratif Descartes yang memperkuat gagasan tentang Tuhan, rasionalitas, dan eksistensi:

1.     “Aku berpikir, maka aku ada.”

2.     “Keberadaan Tuhan adalah satu-satunya yang menjamin kebenaran pikiran kita.”

3.     “Keraguan adalah awal dari kebijaksanaan.”

4.     “Ide tentang kesempurnaan tidak mungkin datang dari sesuatu yang tidak sempurna.”

5.     “Tuhan tidak akan menciptakan akal budi yang menyesatkan.”

Kritik dan Apresiasi terhadap Descartes

Sejak zaman Descartes, banyak filsuf yang mengkritisi pandangannya, terutama soal dualisme tubuh dan jiwa. Namun, secara umum, warisan intelektualnya tetap dihargai karena:

  • Mengawali revolusi ilmiah dengan metode berpikir yang sistematis.
  • Menyatukan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam kerangka rasional.
  • Menjadi jembatan antara zaman skolastik dan pencerahan.
  • Menempatkan manusia sebagai subjek utama dalam pencarian kebenaran.

Rasio yang Menyadari Ketergantungannya pada Tuhan

Descartes mengajarkan bahwa meskipun manusia adalah makhluk berpikir, rasio bukanlah Tuhan. Kita membutuhkan sumber kebenaran yang lebih tinggi untuk memastikan bahwa apa yang kita pikirkan memang benar. Dan dalam filsafat Descartes, Tuhan yang sempurna adalah penjamin utama dari kejelasan dan kepastian berpikir.

Pemikiran ini menjadi fondasi filsafat modern dan memberikan arah bagi manusia modern untuk tidak hanya menjadi cerdas, tetapi juga berintegritas, bertanggung jawab, dan spiritual.