Friedrich Nietzsche: "Kebaikan yang sejati adalah apa yang kita ciptakan, bukan apa yang diajarkan."
- Image Creator/Handoko
Jakarta, WISATA - Kata-kata ini merupakan salah satu ungkapan yang menggugah dari Friedrich Nietzsche, seorang filsuf Jerman yang terkenal dengan kritiknya terhadap norma dan moralitas tradisional. Dalam ungkapan tersebut, Nietzsche mengajak kita untuk mengerti bahwa kebaikan yang hakiki tidak semata-mata merupakan hasil dari ajaran atau sistem moral yang diwariskan, melainkan sesuatu yang harus dirintis dan diwujudkan secara aktif oleh setiap individu. Artikel ini mengupas makna di balik kutipan tersebut, menguraikan latar belakang pemikiran Nietzsche, serta relevansinya dalam kehidupan modern.
Latar Belakang Friedrich Nietzsche
Friedrich Nietzsche (1844–1900) merupakan filsuf yang menantang pandangan moral dan nilai yang telah lama mapan. Karyanya, seperti Thus Spoke Zarathustra dan Beyond Good and Evil, membongkar struktur moral tradisional serta mengusulkan konsep "kehendak untuk berkuasa" yang menekankan potensi individu untuk menciptakan nilai-nilai baru. Nietzsche tidak percaya bahwa kebaikan bisa dipertahankan melalui konvensi atau ajaran yang sifatnya dogmatis; ia meyakini bahwa kebaikan sejati harus lahir dari tindakan kreatif dan kesadaran penuh atas kebebasan diri.
Makna Kutipan
Kebaikan sebagai Proses Kreasi
Menurut Nietzsche, kebaikan yang sejati tidak dapat diperoleh dengan mengikuti aturan yang telah ditetapkan atau diajarkan secara pasif. Dalam pandangannya, untuk mencapai kebaikan yang otentik, seseorang harus melampaui apa yang diterima secara umum dan mulai menciptakan nilai-nilai yang sesuai dengan potensinya sendiri. Hal ini berarti bahwa kebaikan adalah sebuah proses kreatif—sesuatu yang dibangun dan diukir melalui pengalaman, refleksi, dan tindakan yang menggugah diri.
Keterbatasan Ajaran Tradisional