Inilah Perbedaan Kebenaran Universal Versus Kebenaran Relativisme Kaum Sofis
- Image Creator/Handoko
Implikasi di Era Digital: Post-Truth dan Polarisasi
Di era digital, konsep relativisme kebenaran semakin relevan, tetapi juga menimbulkan tantangan serius. Fenomena post-truth—di mana emosi dan opini lebih berpengaruh daripada fakta objektif—merupakan contoh nyata bagaimana kebenaran dapat diputarbalikkan. Menurut Pew Research Center (2023), sekitar 65% responden di berbagai negara melaporkan bahwa mereka lebih dipengaruhi oleh opini daripada fakta saat membuat keputusan politik.
Di sisi lain, media sosial telah memperkuat pembentukan echo chambers, di mana pengguna hanya terpapar pada informasi yang mendukung pandangan mereka sendiri. Hal ini mengakibatkan polarisasi yang semakin tajam, sehingga mengurangi kemungkinan dialog konstruktif antar kelompok masyarakat. Dalam konteks ini, kebenaran relativistik yang diusung oleh kaum sofis dapat digunakan untuk membenarkan berbagai narasi tanpa adanya verifikasi fakta yang objektif.
Strategi Menghadapi Tantangan Informasi di Era Digital
Untuk melawan dampak negatif dari relativisme kebenaran yang berujung pada disinformasi dan polarisasi, terdapat beberapa strategi yang dapat diterapkan:
1. Meningkatkan Literasi Digital
Masyarakat harus diberikan pendidikan literasi digital untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Literasi digital tidak hanya tentang penggunaan teknologi, tetapi juga tentang kemampuan untuk mengevaluasi sumber dan verifikasi fakta. Program-program seperti CekFakta.id di Indonesia dan inisiatif serupa di berbagai negara dapat membantu masyarakat untuk lebih kritis dalam menyikapi informasi yang beredar.