Belajar dari Gagal dan Sukses: Kebijaksanaan Menurut Chrysippus yang Relevan Sepanjang Zaman
- Image Creator Grok/Handoko
“Kebijaksanaan datang dari pengalaman; belajar dari setiap kegagalan dan keberhasilan.”
— Chrysippus
Jakarta, WISATA - Di era serba cepat dan kompetitif seperti sekarang, manusia sering kali terjebak dalam mengejar kesuksesan instan dan takut pada kegagalan. Namun ribuan tahun lalu, seorang filsuf Stoik terkemuka bernama Chrysippus sudah mengajarkan bahwa kebijaksanaan sejati tidak lahir dari kenyamanan, melainkan dari pengalaman — baik yang pahit maupun manis. Dalam setiap kegagalan tersembunyi pelajaran, dan dalam setiap keberhasilan ada peluang untuk introspeksi.
Pesan Chrysippus ini menjadi pengingat yang sangat relevan di masa kini: bahwa kegagalan bukan akhir dari segalanya, dan keberhasilan bukan akhir dari pembelajaran. Justru dari kombinasi keduanya, manusia membentuk pemahaman yang lebih matang dan bijaksana dalam menyikapi hidup.
Filsafat Stoikisme dan Peran Pengalaman
Stoikisme, aliran filsafat yang berkembang di Yunani dan Roma Kuno, menekankan ketangguhan pikiran, ketenangan batin, serta hidup selaras dengan akal dan hukum alam. Chrysippus (279–206 SM), sebagai filsuf utama ketiga dari sekolah Stoikisme setelah Zeno dan Cleanthes, memperluas ajaran Stoik dengan pendekatan logika dan etika yang dalam.
Bagi Chrysippus, kebijaksanaan adalah aretê — bentuk tertinggi dari keutamaan. Namun kebijaksanaan bukan sesuatu yang dapat diwariskan atau diperoleh dengan cepat. Ia hanya dapat tumbuh dari serangkaian pengalaman hidup, melalui proses berpikir kritis dan refleksi atas apa yang telah dialami.
Mengapa Pengalaman adalah Guru Terbaik?