Sekolah Van Deventer: Mewujudkan Pendidikan Lanjutan bagi Perempuan Pribumi
- Bicara Tokoh
Malang, WISATA - Artikel ini merupakan bagian kelima dari rangkaian tujuh artikel yang membahas perjalanan Kartinifonds, sebuah organisasi yang didirikan di Den Haag, Belanda, pada 27 Juni 1913, untuk mendukung pendidikan perempuan pribumi di Hindia Belanda. Artikel ini disusun berdasarkan Jubileum-verslag, laporan peringatan 25 tahun organisasi ini, yang mencakup aktivitasnya dari 1913 hingga 1938.
Artikel sebelumnya telah membahas bagaimana Kartinifonds memperoleh dukungan dan pendanaan dari pemerintah kolonial serta masyarakat untuk memastikan keberlanjutan sekolah-sekolah Kartini. Namun, seiring berjalannya waktu, tantangan baru muncul: bagaimana memberikan pendidikan lanjutan bagi lulusan Sekolah Kartini agar mereka dapat berkembang lebih jauh dan berkontribusi bagi masyarakat?
Jawabannya datang dalam bentuk Sekolah Van Deventer, sebuah institusi yang didirikan dengan tujuan utama menyediakan pendidikan lanjutan bagi perempuan pribumi. Artikel ini akan mengulas bagaimana Sekolah Van Deventer didirikan, berkembang, dan memberikan dampak besar bagi pendidikan perempuan di Hindia Belanda.
Latar Belakang Pendirian Sekolah Van Deventer
Setelah lebih dari satu dekade berdirinya sekolah-sekolah Kartini, semakin banyak perempuan pribumi yang mendapatkan pendidikan dasar. Namun, banyak lulusan Kartinischool yang masih menghadapi keterbatasan dalam melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.
Sebelumnya, pilihan pendidikan lanjutan bagi perempuan pribumi sangat terbatas. Hanya segelintir yang dapat mengakses sekolah menengah Eropa (MULO) atau sekolah guru, dan itu pun dengan berbagai kendala, termasuk bahasa dan biaya.
Menyadari kebutuhan ini, Kartinifonds bersama tokoh pendidikan lainnya mendirikan Mr. C. Th. Van Deventer-Stichting pada 27 Juni 1917, untuk mendukung pendidikan lanjutan khusus perempuan pribumi.
Yayasan ini diberi nama Mr. C. Th. Van Deventer, seorang tokoh politik dan aktivis sosial yang memiliki komitmen tinggi terhadap kemajuan pendidikan di Hindia Belanda. Ia dikenal sebagai salah satu pencetus konsep "Politik Etis", yang berupaya memperbaiki kesejahteraan rakyat pribumi melalui pendidikan, irigasi, dan transmigrasi.
Dengan dana awal dari Kartinifonds serta sumbangan dari berbagai pihak, Sekolah Van Deventer pertama didirikan di Semarang pada tahun 1921.
Sekolah Van Deventer di Berbagai Kota
Keberhasilan sekolah pertama mendorong pendirian sekolah serupa di berbagai kota. Sekolah Van Deventer kemudian berkembang ke beberapa daerah, antara lain:
1. Semarang – 1921
Sebagai sekolah pertama, Van Deventer School Semarang menjadi model bagi sekolah-sekolah lainnya. Sekolah ini menawarkan program pendidikan lanjutan selama 3-4 tahun, yang mencakup:
- Pendidikan akademik, sebagai persiapan bagi mereka yang ingin melanjutkan ke MULO atau sekolah kejuruan.
- Pelatihan keterampilan, terutama dalam bidang rumah tangga, tata boga, dan kerajinan tangan.
- Program pelatihan guru, untuk mencetak tenaga pengajar perempuan pribumi yang berkualitas.
2. Solo – 1927
Atas inisiatif Pangeran Mangkunegaran, Sekolah Van Deventer didirikan di Solo pada tahun 1927. Pemerintah kolonial memberikan subsidi terbatas, sementara Kartinifonds memberikan dana tambahan untuk operasional sekolah.
3. Malang – 1931
Sekolah di Malang mulai dibuka sebagai kelas tambahan di Sekolah Kartini sebelum akhirnya berkembang menjadi institusi tersendiri pada tahun 1931.
4. Bandung – 1930-an
Bandung, sebagai kota pendidikan, juga memiliki Sekolah Van Deventer yang melatih perempuan pribumi untuk menjadi tenaga pengajar atau pekerja sosial.
Kurikulum dan Sistem Pendidikan Sekolah Van Deventer
Sekolah Van Deventer dirancang untuk memberikan pendidikan yang lebih luas dan mendalam dibandingkan dengan sekolah dasar Kartini. Kurikulum yang diterapkan meliputi:
1. Mata Pelajaran Akademik
o Bahasa Belanda dan Melayu
o Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
o Sejarah dan Geografi
2. Pelatihan Keterampilan
o Tata boga dan manajemen rumah tangga
o Menjahit dan kerajinan tangan
o Administrasi dan tata usaha
3. Pendidikan Guru
o Pelatihan bagi mereka yang ingin menjadi guru di sekolah-sekolah Kartini atau sekolah pribumi lainnya.
o Program magang di berbagai sekolah yang didukung Kartinifonds.
4. Kelas Khusus
o Program pendidikan tambahan bagi perempuan yang sudah menikah dan ingin meningkatkan keterampilan mereka.
Dukungan Finansial dan Tantangan Sekolah Van Deventer
Seperti halnya Sekolah Kartini, Sekolah Van Deventer juga menghadapi tantangan dalam pendanaan dan operasionalnya. Sumber utama keuangan berasal dari:
- Dana Kartinifonds dan Van Deventer-Stichting
- Donasi dari masyarakat Belanda
- Subsidi pemerintah kolonial, meskipun jumlahnya masih terbatas
Namun, krisis ekonomi pada 1930-an menyebabkan banyak kesulitan dalam pengelolaan keuangan. Kartinifonds harus mencari cara untuk tetap menjaga keberlangsungan sekolah-sekolah ini, termasuk dengan menyesuaikan biaya sekolah bagi murid yang mampu membayar serta melakukan penggalangan dana tambahan di Belanda.
Selain itu, tantangan sosial juga muncul, di mana banyak masyarakat pribumi masih ragu apakah pendidikan lanjutan bagi perempuan benar-benar diperlukan. Beberapa orang tua masih beranggapan bahwa setelah pendidikan dasar, perempuan seharusnya hanya berfokus pada peran rumah tangga.
Dampak Sekolah Van Deventer terhadap Pendidikan Perempuan Pribumi
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, Sekolah Van Deventer memberikan dampak yang sangat besar bagi perempuan pribumi. Beberapa hasil nyata yang terlihat adalah:
- Meningkatnya jumlah perempuan pribumi yang memiliki pendidikan lebih tinggi, memungkinkan mereka untuk mendapatkan pekerjaan di sektor pendidikan dan sosial.
- Lahirnya generasi guru perempuan pribumi, yang kemudian mengajar di sekolah-sekolah Kartini dan sekolah lainnya.
- Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan perempuan, yang mendorong lebih banyak keluarga untuk menyekolahkan anak perempuan mereka.
- Terbentuknya komunitas perempuan terdidik, yang menjadi agen perubahan dalam masyarakat, baik sebagai tenaga pengajar, ibu rumah tangga yang lebih cerdas, maupun pekerja sosial.
Kesimpulan
Sekolah Van Deventer adalah kelanjutan dari visi Kartini untuk menciptakan perempuan pribumi yang lebih terdidik dan mandiri. Dengan mendukung pendidikan lanjutan, sekolah ini tidak hanya meningkatkan keterampilan perempuan pribumi, tetapi juga menciptakan generasi baru tenaga pendidik dan profesional yang siap berkontribusi dalam pembangunan masyarakat.
Meskipun menghadapi tantangan finansial dan sosial, Sekolah Van Deventer berhasil menjadi tonggak penting dalam sejarah pendidikan perempuan di Hindia Belanda.
Artikel ini adalah bagian kelima dari tujuh artikel yang membahas lebih dalam tentang Kartinifonds dan peranannya dalam pendidikan perempuan di Hindia Belanda. Artikel berikutnya akan membahas Antara Pendidikan dan Emansipasi: Bagaimana Sekolah Kartini Membentuk Generasi Baru, yang akan mengupas lebih dalam dampak jangka panjang pendidikan perempuan pada transformasi sosial di Hindia Belanda.