Rahasia Hidup Tenang Menurut Massimo Pigliucci: Apa yang Dapat Kita Pelajari dari Stoicisme?

Massimo Pigliucci
Sumber :
  • Image Creator Grok/Handoko

Jakarta, WISATA - Di tengah hiruk-pikuk dunia modern yang penuh tekanan dan ketidakpastian, banyak orang mencari cara untuk mencapai ketenangan dan kebahagiaan. Salah satu jawaban menarik datang dari seorang filsuf kontemporer, Massimo Pigliucci, yang telah menghidupkan kembali ajaran Stoicisme dan mengadaptasikannya untuk kehidupan modern. Dengan pendekatan yang ilmiah dan praktis, Pigliucci menunjukkan bahwa Stoicisme bukan sekadar teori kuno, melainkan panduan konkret untuk menjalani hidup dengan lebih damai dan bermakna.

Epikuros: Hidup dengan Penuh Kesadaran Akan Membebaskan Kita dari Ketakutan

Mengenal Stoicisme dalam Perspektif Pigliucci

Stoicisme adalah filsafat yang berasal dari Yunani kuno dan dikembangkan lebih lanjut oleh filsuf-filsuf Romawi seperti Seneca, Epictetus, dan Marcus Aurelius. Inti dari Stoicisme adalah hidup berbudi luhur dengan mengendalikan emosi, menerima apa yang tidak bisa diubah, dan fokus pada hal-hal yang berada dalam kendali kita.

Seneca: Pentingnya Konsistensi dalam Membaca dan Memperdalam Pemahaman

Massimo Pigliucci, seorang profesor filsafat di City College of New York, telah menulis berbagai buku dan artikel tentang bagaimana prinsip-prinsip Stoicisme bisa diterapkan dalam kehidupan modern. Salah satu karyanya yang terkenal, "How to Be a Stoic", mengajarkan bahwa kita dapat mencapai ketenangan dengan memahami batas kendali kita dan berfokus pada tindakan yang bermakna.

Menerima Hal yang Tidak Bisa Diubah

"Banyak Keinginan Timbul Bukan Karena Kebutuhan Alam, Melainkan Karena Kebiasaan Kosong" – Epikuros

Salah satu pelajaran paling berharga dari Stoicisme menurut Pigliucci adalah menerima kenyataan. Dalam hidup, banyak hal yang berada di luar kendali kita, mulai dari opini orang lain, cuaca, hingga keputusan politik. Jika kita terus-menerus mengkhawatirkan hal-hal yang tidak bisa kita ubah, kita hanya akan menambah beban mental. Sebaliknya, Pigliucci menekankan bahwa kita harus berfokus pada bagaimana kita merespons keadaan tersebut.

Contoh sederhana dari pendekatan ini adalah ketika menghadapi kritik. Alih-alih marah atau frustrasi, seorang Stoik akan mencoba memahami apakah kritik tersebut bermanfaat atau tidak. Jika kritik itu membangun, kita bisa menggunakannya untuk perbaikan diri. Jika tidak, maka kritik tersebut tidak perlu dihiraukan.

Halaman Selanjutnya
img_title