Menggali Kebijaksanaan Klasik: Pemikiran Massimo Pigliucci tentang Kehidupan Berbudi Luhur
- Image Creator Grok/Handoko
Jakarta, WISATA - Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern yang penuh dengan distraksi dan tantangan, Massimo Pigliucci hadir sebagai sosok yang mampu menjembatani kebijaksanaan klasik dengan kebutuhan manusia masa kini. Sebagai seorang filsuf dan profesor di City College of New York, Pigliucci tidak hanya mengajar teori filsafat di ruang kelas, tetapi juga menghidupkan kembali ajaran-ajaran Stoicisme yang telah lama terabaikan. Melalui karya-karyanya seperti "How to Be a Stoic: Using Ancient Philosophy to Live a Modern Life," ia mengajak kita merenung dan memahami bagaimana prinsip-prinsip kuno bisa menjadi panduan hidup yang relevan di era digital ini.
Stoicisme: Filsafat Abadi yang Tak Pernah Usang
Stoicisme adalah filsafat yang berkembang di Yunani Kuno, menekankan pentingnya hidup selaras dengan kebajikan dan akal budi. Ajaran ini mengajarkan kita untuk fokus pada hal-hal yang berada dalam kendali kita dan menerima dengan lapang dada apa yang tidak bisa kita ubah. Bagi Pigliucci, Stoicisme bukan sekadar wacana akademis yang dipelajari di bangku kuliah, melainkan sebuah seni hidup yang bisa diterapkan dalam rutinitas sehari-hari. Ia percaya bahwa kebijaksanaan kuno ini mampu memberikan ketenangan batin di tengah kehidupan modern yang serba cepat dan penuh tekanan.
Hidup Berbudi Luhur: Fondasi Kebahagiaan Sejati
Massimo Pigliucci sering menekankan bahwa inti dari Stoicisme adalah menjalani kehidupan yang berbudi luhur. Hidup berbudi luhur berarti menjalani hidup dengan kebijaksanaan, keberanian, keadilan, dan pengendalian diri. Bagi Pigliucci, kebahagiaan sejati tidak ditemukan dalam pencapaian materi atau pengakuan sosial, melainkan dalam kemampuan seseorang untuk hidup selaras dengan nilai-nilai kebajikan tersebut.
Misalnya, dalam menghadapi tantangan hidup, kita diajak untuk bertanya pada diri sendiri: Apakah saya bereaksi dengan bijaksana? Apakah saya menunjukkan keberanian untuk menghadapi ketidakpastian? Apakah saya berlaku adil terhadap orang lain? Dengan refleksi semacam ini, kita bisa memahami bahwa kualitas hidup kita ditentukan oleh karakter kita, bukan oleh keadaan eksternal.
Praktik Stoicisme dalam Kehidupan Modern