Apakah Sofisme Berbahaya? Membongkar Kontroversi Sejarah hingga Kini
- Handoko/istimewa
Jakarta, WISATA - Sofisme, aliran filsafat yang berkembang pada abad ke-5 SM di Yunani, masih menjadi perdebatan hingga saat ini. Kaum Sofis dikenal sebagai guru retorika yang mahir dalam seni persuasi, tetapi mereka juga mendapat kritik tajam karena dianggap lebih mementingkan kemenangan dalam perdebatan daripada pencarian kebenaran.
Dahulu, tokoh-tokoh seperti Socrates dan Plato menentang ajaran Sofisme, menyebutnya sebagai praktik manipulatif yang membahayakan moralitas dan logika masyarakat. Namun, di era modern, teknik yang dikembangkan kaum Sofis tetap bertahan dan banyak digunakan dalam politik, bisnis, serta media sosial.
Lantas, apakah Sofisme benar-benar berbahaya? Atau justru keterampilan yang mereka ajarkan adalah bagian dari kecerdasan komunikasi yang diperlukan dalam kehidupan modern?
Asal-Usul Sofisme: Antara Ilmu dan Manipulasi
Sofisme berasal dari kata Yunani sophia yang berarti kebijaksanaan. Pada awalnya, kaum Sofis adalah para pengajar yang berkeliling Yunani untuk mengajarkan keterampilan berbicara dan argumentasi kepada para pemuda, terutama di Athena, yang saat itu merupakan pusat demokrasi.
Tokoh-tokoh Sofis yang terkenal antara lain Protagoras, Gorgias, dan Hippias. Mereka mengajarkan bahwa kebenaran bersifat relatif dan bisa berbeda bagi setiap individu. Protagoras, misalnya, terkenal dengan pernyataannya:
"Manusia adalah ukuran segala sesuatu."