Kebebasan Berpikir Lahir dari Pengakuan bahwa Kita Tidak Tahu Segalanya: Pelajaran Abadi dari Socrates
- Image Creator Grok/Handoko
Jakarta, WISATA – “Kebebasan berpikir lahir dari pengakuan bahwa kita tidak tahu segalanya.” Ungkapan ini merangkum semangat intelektual Socrates, filsuf besar Yunani Kuno yang ajarannya masih sangat relevan dalam menghadapi tantangan zaman modern. Dalam dunia yang penuh kepastian semu dan arus informasi tak terbendung, pengakuan akan ketidaktahuan justru menjadi dasar dari kebebasan berpikir yang sejati.
Socrates bukan hanya mengajarkan filsafat, tetapi juga menghidupkannya dalam tindakan. Ia tidak pernah mengklaim dirinya sebagai pemilik kebenaran, melainkan sebagai seorang pencari yang terus mempertanyakan segala hal. Bagi Socrates, pengakuan akan ketidaktahuan bukanlah kelemahan, melainkan kekuatan. Dari sinilah, ruang untuk berpikir kritis, terbuka, dan bebas mulai terbentuk.
Pengakuan Akan Ketidaktahuan: Dasar Dari Pikiran Merdeka
Socrates terkenal dengan pernyataannya, “Saya tahu bahwa saya tidak tahu.” Sikap ini bukan semata kerendahan hati, tetapi juga bentuk kejujuran intelektual. Saat seseorang menyadari bahwa ia tidak tahu segalanya, ia membuka dirinya terhadap berbagai kemungkinan, sudut pandang, dan argumen. Dalam ruang inilah, kebebasan berpikir tumbuh dan berkembang.
Sebaliknya, orang yang merasa sudah tahu segalanya akan menjadi tertutup, defensif, dan enggan mendengarkan orang lain. Inilah awal dari dogma dan stagnasi intelektual. Oleh sebab itu, Socrates mengingatkan bahwa pengakuan terhadap ketidaktahuan bukanlah akhir dari pemahaman, melainkan awal dari perjalanan intelektual yang sejati.
Dunia Digital dan Ilusi Pengetahuan
Di era digital saat ini, tantangan terbesar bukan kekurangan informasi, tetapi melimpahnya informasi yang belum tentu benar. Banyak orang merasa tahu karena telah membaca artikel atau menonton video, padahal pemahaman mereka masih dangkal. Fenomena ini dikenal sebagai illusion of knowledge atau ilusi pengetahuan.