Dari Yunani Kuno ke Era Digital: Sofisme dalam Dunia Media Sosial
- Handoko/istimewa
Jakarta, WISATA - Dalam sejarah peradaban manusia, seni berbicara dan persuasi telah menjadi keterampilan yang sangat berharga. Kaum Sofis, para pemikir Yunani kuno, adalah pelopor dalam mengajarkan seni ini. Mereka mengajarkan bagaimana menggunakan retorika untuk memengaruhi orang lain, meski sering dianggap kontroversial karena cenderung mengutamakan kemenangan argumen dibandingkan pencarian kebenaran sejati. Namun, siapa sangka bahwa prinsip-prinsip yang mereka tanamkan ribuan tahun lalu kini hidup kembali di era digital, terutama dalam dunia media sosial?
Media sosial adalah panggung baru yang memungkinkan siapa saja untuk berbicara, memengaruhi, dan bahkan mengubah opini publik. Dari unggahan viral hingga kampanye politik, retorika ala kaum Sofis telah menemukan ruangnya di dunia maya, sering kali dalam bentuk manipulasi informasi, filter bubble, dan strategi komunikasi yang dirancang untuk memengaruhi emosi.
Kaum Sofis dan Seni Persuasi
Kaum Sofis berkembang pada abad ke-5 SM di Yunani kuno. Mereka dikenal sebagai guru yang mengajarkan retorika, filsafat, dan seni berbicara kepada para murid, termasuk kaum elite politik saat itu. Salah satu prinsip utama yang mereka ajarkan adalah bahwa kebenaran bersifat relatif dan dapat disesuaikan dengan sudut pandang seseorang.
Protagoras, salah satu tokoh terkenal kaum Sofis, pernah berkata, “Manusia adalah ukuran dari segala sesuatu.” Pernyataan ini mengandung filosofi bahwa kebenaran tidak universal, melainkan subjektif berdasarkan persepsi individu. Pendekatan ini memungkinkan kaum Sofis untuk merancang argumen yang fleksibel, bergantung pada audiens mereka.
Namun, prinsip ini juga menimbulkan kritik dari filsuf seperti Socrates dan Plato, yang menilai kaum Sofis sebagai manipulator yang menggunakan retorika untuk kepentingan pribadi, bukan untuk mencari kebenaran sejati.
Transformasi Sofisme di Era Digital