Kaum Sofis di Era Modern: Jejak Pemikiran yang Masih Relevan
- Handoko/istimewa
Jakarta, WISATA - Kaum sofis, sekelompok pemikir dan guru di Yunani Kuno, dikenal karena kemampuannya dalam seni retorika dan pendekatan pragmatis terhadap kebenaran. Meskipun sebagai kelompok formal mereka tidak lagi ada, pengaruh mereka masih dapat dirasakan di berbagai bidang kehidupan modern. Dalam artikel ini, kita akan menggali bagaimana sofisme, dengan pendekatan relativisme dan pragmatisme, tetap relevan dan diterapkan dalam konteks era digital dan globalisasi.
Sofisme di Dunia Politik: Seni Manipulasi Pencitraan
Di era modern, politik sering menjadi arena di mana prinsip sofis terlihat jelas. Para politisi kerap menggunakan retorika yang dirancang untuk memengaruhi emosi publik dan memenangkan dukungan, meskipun tidak selalu berakar pada fakta atau kebenaran moral.
Contohnya adalah kampanye politik yang mengandalkan narasi populis, meski terkadang mengorbankan kejujuran. Dalam debat publik, tujuan utama sering kali adalah memenangkan opini, bukan mencari solusi yang benar-benar bermanfaat bagi masyarakat. Teknik ini mencerminkan apa yang dilakukan kaum sofis di Yunani Kuno: memprioritaskan keberhasilan pragmatis daripada pencarian kebenaran.
Pengacara dan Relativisme Hukum
Di ruang sidang, pengacara sering menggunakan teknik yang mirip dengan kaum sofis untuk membela klien mereka. Dalam banyak kasus, fokus utama adalah memenangkan argumen, bukan menemukan kebenaran absolut. Retorika yang canggih dan manipulasi fakta sering digunakan untuk memengaruhi hakim atau juri.
Hal ini menunjukkan bahwa prinsip-prinsip sofisme masih menjadi alat penting dalam sistem hukum modern, di mana keberhasilan sering kali diukur dari kemampuan menyampaikan argumen yang paling meyakinkan, bukan pada keadilan.