Sikap Berani Socrates Menjelang Eksekusi: Hidup untuk Kebenaran atau Mati dalam Kebohongan?
- Image Creator/Handoko
Jakarta, WISATA - Ketika Socrates dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan Athena pada tahun 399 SM, banyak orang yang terkejut dengan ketenangan dan keberaniannya dalam menghadapi nasib. Dikenal sebagai salah satu filsuf terbesar sepanjang sejarah, Socrates tidak hanya menginspirasi pemikiran tentang etika dan kebenaran, tetapi juga memberikan teladan tentang bagaimana menghadapi kematian dengan martabat. Melalui sikapnya, dia mengajarkan kepada kita apa makna hidup yang sesungguhnya.
Menolak Untuk Melarikan Diri
Sebelum eksekusi, Socrates diberi kesempatan untuk melarikan diri dari penjara oleh teman-temannya, namun dia menolak. Dalam dialog Crito, Socrates menjelaskan alasannya: ia percaya bahwa melarikan diri dari hukum, meskipun tidak adil, adalah tindakan yang tidak benar. Baginya, kebenaran dan keadilan lebih penting daripada keselamatan diri. Ini adalah sikap yang menunjukkan keteguhan moral dan integritas yang luar biasa.
Socrates menolak gagasan bahwa hidup yang panjang adalah tujuan tertinggi manusia. Sebaliknya, dia mengajarkan bahwa hidup yang benar dan adil adalah yang paling penting. Pandangan ini memberikan kita pelajaran penting tentang makna hidup: bukan berapa lama kita hidup, tetapi bagaimana kita hidup yang menentukan nilai dari kehidupan kita.
Hidup Adalah Pencarian Kebenaran
Dalam dialog Apologia, Socrates terkenal dengan pernyataannya bahwa "hidup yang tidak diperiksa tidak layak dijalani." Ini menunjukkan bahwa bagi Socrates, makna hidup terletak pada pencarian kebenaran dan kebijaksanaan. Dia percaya bahwa manusia harus terus-menerus menguji keyakinan mereka, mempertanyakan norma-norma yang ada, dan berusaha memahami realitas yang lebih dalam. Bagi Socrates, pencarian kebenaran adalah tujuan utama dari hidup, dan dia rela mati demi prinsip ini.
Sikap Socrates menantang pandangan masyarakat Yunani saat itu, di mana kebanyakan orang mengejar kekayaan, kehormatan, dan kenikmatan fisik sebagai tujuan hidup. Socrates, sebaliknya, mengajarkan bahwa hidup yang bermakna adalah hidup yang dihabiskan untuk mencari kebijaksanaan dan kebenaran, bahkan jika itu berarti menghadapi penderitaan atau kematian.