Kisah Para Sufi: Rabiah al-Adawiyah: Sang Pecinta Tuhan yang Menolak Surga demi Cinta Sejati

Tarian Sufi (ilustrasi)
Sumber :
  • unsplash

Jakarta, WISATA - Rabiah al-Adawiyah adalah salah satu tokoh sufi perempuan yang paling terkenal dalam sejarah Islam. Namanya selalu dikaitkan dengan cinta yang murni dan tulus kepada Tuhan. Kisah hidup dan ajarannya menyampaikan pesan bahwa cinta Ilahi tidak membutuhkan imbalan duniawi seperti surga atau penghiburan setelah kematian. Artikel ini akan mengisahkan perjalanan hidup Rabiah al-Adawiyah dalam narasi yang ringan, sederhana, dan mudah dipahami, sesuai dengan kaidah Ejaan yang Disempurnakan (EYD) dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Seluruh cerita ini diharapkan dapat menginspirasi dan memberikan pencerahan bagi siapa saja yang membaca.

Kisah Para Sufi: Imam Junaid dan Jalan Sunyi Para Kekasih Tuhan

Awal Kehidupan dan Latar Belakang

Rabiah al-Adawiyah lahir pada abad ke-8 di kota Basra, Irak. Sejak masa kecilnya, Rabiah sudah menunjukkan kecenderungan yang berbeda dari anak-anak seusianya. Ia tumbuh dalam lingkungan yang sangat religius dan dipenuhi oleh ajaran tasawuf yang menekankan cinta kepada Tuhan di atas segala-galanya.

Kisah Para Sufi: Sahl at-Tustari, Sufi Cilik yang Mengajarkan Zikir Sejak Usia Tiga Tahun

Kehidupan di tengah masyarakat yang sarat dengan tradisi dan kepercayaan membuat Rabiah sejak dini memahami bahwa kehidupan dunia adalah fana dan sementara. Ia pun memulai pencarian jati diri yang sesungguhnya, yaitu menggapai keintiman dengan Tuhan melalui pengalaman batin yang mendalam. Rabiah tidak menerima hal-hal duniawi sebagai tujuan hidup, melainkan menitikberatkan pada hubungan batin yang murni dengan Yang Maha Kuasa.

Transformasi Spiritual dan Titik Balik Kehidupan

Kisah Para Sufi: Bayazid Bistami, Ketika Tuhan Didekati dengan Kepasrahan Total

Perjalanan spiritual Rabiah ditandai dengan transformasi batin yang sangat mendalam. Pada masa itu, banyak orang mencari pahala dan imbalan di akhirat sebagai alasan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Namun, Rabiah memiliki pandangan yang berbeda. Ia mengajarkan bahwa cinta kepada Tuhan haruslah murni dan tanpa pamrih. Menurutnya, seseorang seharusnya mencintai Tuhan bukan karena takut akan siksa neraka atau mengharap pahala di surga, melainkan karena cinta itu sendiri sudah merupakan anugerah terbesar.

Pengalaman spiritual yang ia lalui tidak datang dengan mudah. Rabiah harus melewati pergolakan batin, pencarian jati diri, dan pengorbanan yang tidak sedikit. Namun, semua itu justru memperkuat tekadnya untuk hidup dalam cinta yang tulus kepada Tuhan. Dalam setiap doanya, Rabiah selalu mengungkapkan kerinduannya akan kehadiran Tuhan dan kesediaannya untuk melepaskan diri dari segala keinginan duniawi.

Halaman Selanjutnya
img_title