Hannibal Barca: Jenderal yang Menjadi Mimpi Buruk Romawi

Hannibal Barca: Jenderal yang Menjadi Mimpi Buruk Romawi
Sumber :
  • Image Creator Bing/Handoko

Jakarta, WISATA - Hannibal Barca adalah salah satu tokoh militer terbesar dalam sejarah, dikenal karena kepiawaiannya dalam strategi perang yang menggetarkan Kekaisaran Romawi selama Perang Punisia Kedua. Hannibal lahir pada tahun 247 SM di Kartago, sebuah kota yang terletak di Afrika Utara, yang saat itu merupakan saingan utama Romawi dalam perebutan dominasi di Mediterania.

Kuda Troya: Strategi Jenius atau Simbol Pengkhianatan Terbesar dalam Sejarah?

Nama Hannibal menjadi legenda karena keberaniannya memimpin pasukan Kartago melintasi Pegunungan Alpen—sebuah pencapaian luar biasa pada zamannya—dan mengalahkan Romawi di berbagai medan pertempuran yang menantang. Strategi militernya, yang inovatif dan sering kali tidak terduga, membuat Hannibal menjadi ancaman serius bagi Roma selama lebih dari satu dekade.

Latar Belakang Perang Punisia

Rahasia Kemenangan Alexander Agung: Jenius Militer atau Keberuntungan Semata?

Perang Punisia Kedua (218-201 SM) adalah bagian dari serangkaian konflik besar antara Kartago dan Romawi yang dikenal sebagai Perang Punisia. Perang ini dipicu oleh persaingan sengit antara kedua kekuatan tersebut untuk menguasai wilayah strategis di Mediterania, terutama di wilayah Semenanjung Iberia (Spanyol modern).

Ayah Hannibal, Hamilcar Barca, adalah seorang jenderal terkemuka yang memimpin Kartago dalam Perang Punisia Pertama. Sebagai seorang anak, Hannibal bersumpah kepada ayahnya bahwa ia akan terus melawan Romawi, sebuah janji yang nantinya akan ia tepati dengan penuh dedikasi dan kebrutalan.

Perang Troya: Cinta, Pengkhianatan, dan Tragedi yang Mengubah Sejarah!

Perjalanan Luar Biasa Melintasi Alpen

Salah satu prestasi paling luar biasa yang dicapai oleh Hannibal adalah perjalanannya melintasi Pegunungan Alpen untuk menyerang Romawi dari arah utara—rute yang tidak terduga dan sangat berbahaya. Pada tahun 218 SM, Hannibal memimpin pasukannya, yang terdiri dari 40.000 tentara, 9.000 kavaleri, dan sekitar 37 gajah perang, melintasi Sungai Rhône di Prancis, menuju Pegunungan Alpen.

Halaman Selanjutnya
img_title