Jane Austen: Suara Tajam yang Mengubah Wajah Sastra dan Sosial Inggris
- Cuplikan layar
Malang, WISATA —Jane Austen, seorang sastrawan perempuan asal Inggris yang hidup pada akhir abad ke-18 hingga awal abad ke-19, telah meninggalkan warisan sastra yang tak lekang oleh waktu. Meskipun ia menulis dalam ruang gerak yang sangat terbatas—dunia aristokrat dan bangsawan Inggris—namun tulisannya menembus batas zaman. Ia mampu menyuarakan kritik sosial dengan cara yang halus namun tajam melalui novel-novel terkenalnya seperti Pride and Prejudice, Sense and Sensibility, Emma, hingga Persuasion.
Austen bukan hanya sekadar penulis roman. Ia adalah pengamat tajam realitas sosial Inggris pada masanya, terutama mengenai struktur kelas, peran perempuan, dan dinamika keluarga bangsawan. Ia menyoroti bagaimana status sosial dan pernikahan sering kali menjadi satu-satunya jalan bagi perempuan untuk memperoleh keamanan hidup.
Citra Perempuan dalam Karya-Karya Jane Austen
Pada masa Austen hidup dan menulis, perempuan tidak memiliki hak pilih, akses terhadap pendidikan tinggi terbatas, dan masa depan mereka sangat tergantung pada pernikahan yang menguntungkan. Dalam kondisi sosial seperti itu, Austen tidak menyerukan revolusi, melainkan menanamkan pemikiran-pemikiran progresif melalui karakter-karakternya.
Tokoh-tokoh seperti Elizabeth Bennet dalam Pride and Prejudice dan Elinor serta Marianne Dashwood dalam Sense and Sensibility adalah perempuan yang cerdas, mandiri, dan berani mempertanyakan norma-norma yang berlaku. Mereka menunjukkan bahwa perempuan bisa memiliki keinginan, pemikiran, dan harga diri sendiri, bahkan dalam tekanan sosial yang berat.
Elizabeth Bennet, misalnya, menolak lamaran dari pria kaya (Mr. Darcy) hanya karena merasa belum cukup mengenalnya dan tidak menyukai sikap angkuhnya. Keputusan ini sangat radikal di masa Austen, ketika pernikahan dengan pria kaya dianggap sebagai kemenangan tertinggi bagi perempuan.
Gaya Bahasa yang Halus Tapi Menggigit