Mengupas Buku Kimiya al-Sa’adah (Kimia Kebahagiaan) Karya Al-Ghazali

Kimiya al-Sa’adah
Sumber :
  • Cuplikan Layar

Jakarta, WISATA - Abu Hamid Al-Ghazali (1058–1111) merupakan salah satu pemikir dan ulama terbesar dalam sejarah intelektual Islam. Di antara karya-karyanya yang paling terkenal dan berpengaruh adalah Kimiya al-Sa’adah atau Kimia Kebahagiaan. Buku ini bukan sekadar risalah keagamaan, tetapi sebuah panduan hidup spiritual dan filosofis yang menyentuh inti keberadaan manusia. Ia tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga bagaimana hidup dengan benar dan bermakna.

Kuasai Diri, Bukan Dunia: Nasihat Seneca tentang Kepuasan Hidup

Melalui buku ini, Al-Ghazali mempertemukan ilmu tasawuf, filsafat, dan teologi Islam dalam satu kesatuan yang utuh. Ia menjelaskan bahwa kebahagiaan sejati bukanlah soal duniawi, tetapi tentang pencerahan hati dan kedekatan dengan Tuhan.

Makna Kebahagiaan dalam Perspektif Al-Ghazali

Epikuros: Ataraxia Tercapai Ketika Kita Melepaskan Diri dari Ketakutan dan Hasrat yang Tidak Perlu

Dalam Kimiya al-Sa’adah, Al-Ghazali mengupas hakikat kebahagiaan sebagai keadaan batiniah yang diperoleh melalui pengetahuan tentang diri, Tuhan, dunia, dan akhirat. Baginya, seseorang tidak dapat meraih kebahagiaan sejati jika ia belum mengenal hakikat eksistensinya sendiri.

Pengetahuan tentang diri sendiri menjadi titik awal. Dalam mengenal diri, seseorang akan menyadari bahwa dirinya adalah ciptaan yang memiliki ruh ilahiah. Dari situ, ia didorong untuk mengenal Tuhan sebagai tujuan akhir kehidupan. Inilah yang oleh Al-Ghazali disebut sebagai ma'rifatullah, atau pengetahuan tertinggi yang melahirkan kebahagiaan abadi.

30 Pesan Epikuros tentang Ataraxia dan Aponia: Jalan Menuju Ketenangan Jiwa dan Kebahagiaan Sejati

Ilmu dan Amal: Dua Sayap Menuju Kebahagiaan

Al-Ghazali menekankan pentingnya hubungan antara ilmu dan amal. Ilmu yang tidak diamalkan tidak akan memberikan manfaat, bahkan bisa menyesatkan. Begitu pula amal tanpa ilmu bisa melenceng dari kebenaran. Dalam Kimia Kebahagiaan, ia menyatakan bahwa ilmu ibarat benih, sementara amal adalah hasilnya. Maka, kebahagiaan hanya bisa dicapai jika seseorang mampu menyeimbangkan keduanya.

Halaman Selanjutnya
img_title