Mengupas Buku Kimiya al-Sa’adah (Kimia Kebahagiaan) Karya Al-Ghazali
- Cuplikan Layar
Jakarta, WISATA - Abu Hamid Al-Ghazali (1058–1111) merupakan salah satu pemikir dan ulama terbesar dalam sejarah intelektual Islam. Di antara karya-karyanya yang paling terkenal dan berpengaruh adalah Kimiya al-Sa’adah atau Kimia Kebahagiaan. Buku ini bukan sekadar risalah keagamaan, tetapi sebuah panduan hidup spiritual dan filosofis yang menyentuh inti keberadaan manusia. Ia tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga bagaimana hidup dengan benar dan bermakna.
Melalui buku ini, Al-Ghazali mempertemukan ilmu tasawuf, filsafat, dan teologi Islam dalam satu kesatuan yang utuh. Ia menjelaskan bahwa kebahagiaan sejati bukanlah soal duniawi, tetapi tentang pencerahan hati dan kedekatan dengan Tuhan.
Makna Kebahagiaan dalam Perspektif Al-Ghazali
Dalam Kimiya al-Sa’adah, Al-Ghazali mengupas hakikat kebahagiaan sebagai keadaan batiniah yang diperoleh melalui pengetahuan tentang diri, Tuhan, dunia, dan akhirat. Baginya, seseorang tidak dapat meraih kebahagiaan sejati jika ia belum mengenal hakikat eksistensinya sendiri.
Pengetahuan tentang diri sendiri menjadi titik awal. Dalam mengenal diri, seseorang akan menyadari bahwa dirinya adalah ciptaan yang memiliki ruh ilahiah. Dari situ, ia didorong untuk mengenal Tuhan sebagai tujuan akhir kehidupan. Inilah yang oleh Al-Ghazali disebut sebagai ma'rifatullah, atau pengetahuan tertinggi yang melahirkan kebahagiaan abadi.
Ilmu dan Amal: Dua Sayap Menuju Kebahagiaan
Al-Ghazali menekankan pentingnya hubungan antara ilmu dan amal. Ilmu yang tidak diamalkan tidak akan memberikan manfaat, bahkan bisa menyesatkan. Begitu pula amal tanpa ilmu bisa melenceng dari kebenaran. Dalam Kimia Kebahagiaan, ia menyatakan bahwa ilmu ibarat benih, sementara amal adalah hasilnya. Maka, kebahagiaan hanya bisa dicapai jika seseorang mampu menyeimbangkan keduanya.