'The Name of the Rose': Dialog Antara Sejarah, Simbolisme, dan Kritik Sosial
- Tangkapan layar
Jakarta, WISATA - Sejak pertama kali diterbitkan pada tahun 1980, The Name of the Rose karya Umberto Eco telah menjadi lebih dari sekadar novel misteri. Buku ini tidak hanya menawarkan cerita detektif yang menegangkan, tetapi juga merupakan karya sastra yang penuh dengan simbolisme, sejarah, dan kritik sosial yang tajam. Dengan latar belakang abad ke-14, novel ini mengupas berbagai isu yang tetap relevan hingga saat ini, seperti penyalahgunaan kekuasaan, sensor terhadap ilmu pengetahuan, serta konflik antara dogma dan pemikiran bebas.
Namun, di balik kisahnya yang melibatkan pembunuhan misterius di sebuah biara Benediktin, The Name of the Rose juga mengajak pembaca untuk menyelami makna yang lebih dalam. Buku ini menyuguhkan dialog yang kompleks antara filsafat, semiotika, dan sejarah yang mengundang perenungan. Bagaimana novel ini menjadi sebuah cerminan masyarakat? Dan apa pesan-pesan sosial yang ingin disampaikan Umberto Eco melalui karyanya?
Latar Belakang Sejarah: Gereja dan Kekuasaan di Abad Pertengahan
Salah satu aspek paling menarik dari The Name of the Rose adalah latar belakang sejarahnya yang kaya akan konflik politik dan keagamaan. Novel ini berlatar pada tahun 1327 di sebuah biara di Italia, masa di mana Gereja Katolik memiliki pengaruh besar terhadap segala aspek kehidupan, termasuk ilmu pengetahuan dan kebebasan berpikir.
Pada era ini, Eropa sedang mengalami gejolak pemikiran. Di satu sisi, ada kalangan gereja yang mendukung dogma ketat dan menentang ilmu pengetahuan yang dianggap bertentangan dengan ajaran agama. Di sisi lain, muncul gerakan yang ingin membuka wawasan baru terhadap pemahaman teologi dan filsafat.
William dari Baskerville, protagonis dalam novel ini, adalah seorang biarawan Fransiskan yang memiliki pola pikir rasional dan ilmiah. Karakternya mencerminkan tokoh-tokoh sejarah seperti Roger Bacon dan William dari Ockham, yang memperjuangkan pendekatan empiris dalam memahami dunia. Melalui karakter ini, Eco mengkritik bagaimana dogma sering kali digunakan untuk mengekang kebebasan berpikir dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Simbolisme dalam Novel: Perpustakaan sebagai Lambang Pengetahuan yang Dikekang