Kisah Para Sufi: Sahl at-Tustari, Sufi Cilik yang Mengajarkan Zikir Sejak Usia Tiga Tahun
- Image Creator Grok/Handoko
Sahl adalah bukti nyata bahwa kedekatan dengan Tuhan tidak mengenal usia. Bahkan di zaman sekarang, di mana banyak orang tua ragu mengajarkan nilai-nilai spiritual pada anak-anak mereka karena dianggap terlalu dini, kisah hidup Sahl menjadi pengingat bahwa jiwa yang murni dan jujur justru lebih mudah merasakan kehadiran Tuhan.
Sahl juga mengajarkan pentingnya kesadaran batin (muraqabah)—yaitu merasa diawasi oleh Tuhan setiap saat. Ia mengatakan bahwa siapa pun yang menyadari bahwa Allah selalu melihatnya, maka ia tidak akan pernah berbuat zalim, bahkan terhadap dirinya sendiri.
Warisan untuk Generasi Masa Kini
Di tengah dunia modern yang bising dan penuh distraksi, kisah Sahl at-Tustari menjadi seperti oase ketenangan. Ia tidak mengajarkan kerumitan, tidak mendorong umat untuk mengejar popularitas atau kekuasaan spiritual. Ia hanya mengingatkan bahwa kesadaran terhadap kehadiran Allah adalah kunci bagi hidup yang jujur dan damai.
Ajarannya sederhana, tetapi jika diterapkan, mampu mengubah cara pandang kita terhadap dunia. Bahwa hidup bukan semata tentang mengejar, tetapi tentang menyadari—menyadari bahwa ada yang Maha Melihat, Maha Mendengar, dan Maha Menyertai setiap langkah kita.
Dalam dunia yang sibuk, Sahl mengajarkan bahwa diam pun bisa menjadi bentuk doa, dan bahwa zikir bukan hanya untuk bibir, tapi harus meresap dalam hati dan laku hidup.
"Allah bersamaku, Allah melihatku, Allah menyaksikanku." — Sahl at-Tustari