Kisah Para Sufi: Sahl at-Tustari, Sufi Cilik yang Mengajarkan Zikir Sejak Usia Tiga Tahun
- Image Creator Grok/Handoko
Sahl at-Tustari dikenal sebagai pribadi yang lembut, tenang, dan sederhana. Ia tidak suka keramaian, lebih senang menyendiri dan beribadah dalam keheningan. Tetapi bukan berarti ia tidak peduli terhadap sesama. Justru dari keheningan itulah ia menemukan kekuatan untuk menyampaikan hikmah-hikmah kehidupan yang sampai kini masih dikaji para murid tarekat dan pecinta ilmu spiritual.
Ia kerap berpuasa selama bertahun-tahun dan hanya makan dalam jumlah yang sangat sedikit. Menurutnya, lapar membantu menundukkan hawa nafsu dan menguatkan hubungan dengan Tuhan. Namun, ia juga tidak ekstrem atau menyiksa diri. Sahl memahami bahwa tubuh adalah amanah, dan semua harus dijalani dengan keseimbangan dan niat yang lurus.
Guru Jiwa yang Menyentuh Banyak Hati
Sahl tidak membangun madrasah besar atau menyebarkan ajarannya dengan megafon. Ia memilih jalan pengaruh batin dan keteladanan. Banyak orang datang kepadanya bukan karena ia mengiklankan keilmuannya, tetapi karena aura ketenangan dan keikhlasan yang terpancar dari dirinya.
Ia sering mengatakan, “Ilmu itu bukan dengan banyak bicara, tetapi dengan hati yang bersih.” Maka tak heran jika para pencari jalan Tuhan datang dari berbagai kota untuk berguru padanya. Ia mengajarkan zikir sebagai jalan pembersih hati, bukan sekadar rangkaian kata yang diulang-ulang, tetapi sebagai kesadaran penuh akan kehadiran Ilahi dalam setiap momen hidup.
Salah satu murid terkenalnya adalah Abu Bakr al-Warraq, yang kemudian juga menjadi sufi besar. Melalui murid-murid inilah ajaran Sahl tersebar, meskipun ia sendiri jarang menulis secara langsung.
Kesalehan yang Mengakar Sejak Kecil