Kisah Para Sufi: Al-Ghazali, Dari Keraguan Filsafat Menuju Kedalaman Tasawuf yang Menyejukkan
- Image Creator Grok/Handoko
Al-Ghazali juga dikenal luas karena kritiknya terhadap para filsuf dalam bukunya Tahafut al-Falasifah (Kerancuan Para Filsuf). Dalam karya ini, ia menentang sebagian pandangan metafisik dari filsuf-filsuf Muslim yang terlalu terpengaruh oleh pemikiran Yunani seperti Aristoteles dan Plotinus. Ia menilai bahwa beberapa pandangan tersebut menyimpang dari prinsip dasar Islam.
Namun, perlu dicatat bahwa Al-Ghazali tidak menolak filsafat secara keseluruhan. Ia tetap menggunakan logika dan metode filsafat dalam karya-karyanya, terutama dalam menyusun argumen teologis. Ia hanya menolak aspek filsafat yang bertentangan dengan akidah Islam.
Dengan demikian, Al-Ghazali tidak bersikap anti-intelektual, melainkan selektif dan kritis. Ia menyaring filsafat agar sejalan dengan nilai-nilai spiritual dan syariat.
Warisan Pemikiran yang Abadi
Pengaruh Al-Ghazali sangat luas, tidak hanya di dunia Islam, tetapi juga dalam tradisi filsafat Barat. Filsuf besar seperti Thomas Aquinas dikabarkan banyak terinspirasi oleh karya-karya Al-Ghazali, meskipun tidak secara langsung.
Di dunia Islam, ia sering disebut sebagai Hujjatul Islam (Pembela Islam) karena kemampuannya menjawab tantangan intelektual pada zamannya dengan cara yang brilian dan menggugah hati.
Pemikiran Al-Ghazali menjadi inspirasi bagi banyak generasi untuk tidak terjebak pada ekstremitas: baik ekstremitas rasionalisme yang kering maupun ekstremitas spiritualisme yang tidak membumi. Ia mengajarkan bahwa Islam adalah jalan tengah—jalan keseimbangan antara akal dan hati, antara syariat dan hakikat.