Retorika Populis dalam Kampanye Politik: Apa Peran Kaum Sofis? Studi Kasus Trump di AS dan Modi di India

4.     Mewakili Rakyat: Politisi populis menggambarkan diri mereka sebagai satu-satunya perwakilan sejati dari rakyat, yang berjuang melawan struktur yang sudah ada dan yang tidak mengutamakan kepentingan rakyat kecil.

Sofisme: Seni Persuasi Tanpa Memperhatikan Kebenaran

Kata "sofisme" berasal dari Yunani kuno, di mana sofis adalah sekelompok filsuf dan guru yang terkenal karena kemampuannya dalam berdebat dan meyakinkan orang lain dengan menggunakan argumen yang menarik, meskipun kadang-kadang tidak logis atau tidak didasarkan pada fakta yang benar. Sofisme mengutamakan kemampuan untuk memenangkan argumen lebih dari sekadar mencari kebenaran objektif.

Dalam konteks politik modern, sofisme bisa berarti manipulasi informasi untuk memenangkan dukungan atau mempengaruhi opini publik. Elemen-elemen sofisme dalam politik termasuk:

• Distorsi Fakta: Politisi menggunakan informasi yang tidak akurat atau sepotong-sepotong untuk mendukung narasi mereka, bahkan meskipun itu tidak sesuai dengan kenyataan.
• Argumentasi yang Menyesatkan: Penggunaan logika yang tampaknya valid tetapi sebenarnya cacat untuk mengelabui audiens.
• Apelasi Emosional: Politisi sering menggunakan taktik emosional untuk meraih perhatian, seperti mengingatkan rakyat tentang ancaman atau ketidakadilan yang mereka hadapi, meskipun ini kadang-kadang tidak berdasarkan bukti yang jelas.
• Pemanfaatan Ketidakpastian: Memanfaatkan ketidakpastian atau ketidakjelasan dalam masalah untuk membingungkan lawan atau memperdaya pemilih.

Dengan menggunakan sofisme, politisi bisa membentuk narasi yang membuat mereka terlihat benar, meskipun argumen mereka tidak sepenuhnya valid.

Studi Kasus: Donald Trump di Amerika Serikat

Halaman Selanjutnya

Donald Trump, ketika mencalonkan diri untuk presiden AS pada 2016, dengan cepat membangun citra dirinya sebagai seorang outsider yang menentang elit politik. Dalam pidato-pidatonya, Trump sering menggunakan retorika populis yang sangat emosional dan membangkitkan perasaan kebanggaan nasionalisme, dengan slogan terkenalnya "Make America Great Again". Dalam kampanye tersebut, Trump secara konsisten menggunakan argumen yang bersifat mendiskreditkan lawan politiknya serta menciptakan narasi musuh bersama—khususnya imigran ilegal.