Dari Protagoras ke Politisi Modern: Bagaimana Sofisme Mengubah Dunia
- Image Creator/Handoko
Jakarta, WISATA - Sofisme, sebuah aliran pemikiran yang muncul pada abad ke-5 SM di Yunani Kuno, telah memainkan peran penting dalam membentuk cara kita berkomunikasi dan berpolitik hingga saat ini. Dimulai dengan tokoh-tokoh seperti Protagoras, sofisme menekankan pentingnya retorika dan seni persuasi dalam kehidupan publik. Namun, seiring berjalannya waktu, praktik ini mengalami evolusi dan adaptasi yang signifikan, terutama dalam konteks politik modern.
Asal Usul Sofisme: Protagoras dan Seni Retorika
Protagoras dari Abdera, yang hidup sekitar tahun 490–420 SM, dikenal sebagai salah satu sofis pertama dan paling berpengaruh. Ia terkenal dengan pernyataannya, "Manusia adalah ukuran segala sesuatu," yang menekankan relativisme dan subjektivitas dalam persepsi manusia. Protagoras dan sofis lainnya mengajarkan bahwa melalui retorika yang efektif, seseorang dapat meyakinkan orang lain tentang hampir segala hal, terlepas dari kebenaran objektifnya. Mereka menawarkan pendidikan dalam seni berbicara dan berargumen, yang sangat dihargai dalam masyarakat demokratis Athena.
Namun, pendekatan ini tidak lepas dari kritik. Socrates dan Plato, misalnya, menuduh kaum sofis lebih peduli pada kemenangan dalam debat daripada pencarian kebenaran. Mereka mengkhawatirkan bahwa fokus pada persuasi tanpa dasar moral yang kuat dapat merusak tatanan sosial dan etika masyarakat.
Evolusi Sofisme dalam Politik Modern
Meskipun kritik tersebut, prinsip-prinsip sofisme tetap bertahan dan berevolusi dalam berbagai bentuk hingga era modern. Dalam politik kontemporer, penggunaan retorika dan teknik persuasi menjadi alat utama bagi para politisi untuk memengaruhi opini publik dan memenangkan dukungan.
Di Amerika Serikat, misalnya, kampanye politik sering kali menggunakan slogan-slogan yang dirancang untuk membangkitkan emosi dan resonansi dengan pemilih, meskipun mungkin kurang substansi. Fenomena ini tidak hanya terjadi di AS, tetapi juga di negara-negara lain seperti India, Filipina, dan Indonesia, di mana politisi menggunakan retorika populis untuk menarik dukungan massa.