Retorika Populis dalam Kampanye Politik: Apa Peran Kaum Sofis? Studi Kasus Trump di AS dan Modi di India

Donald J. Trump Presiden AS Terpilih
Sumber :
  • viva.co.id

Donald Trump, ketika mencalonkan diri untuk presiden AS pada 2016, dengan cepat membangun citra dirinya sebagai seorang outsider yang menentang elit politik. Dalam pidato-pidatonya, Trump sering menggunakan retorika populis yang sangat emosional dan membangkitkan perasaan kebanggaan nasionalisme, dengan slogan terkenalnya "Make America Great Again". Dalam kampanye tersebut, Trump secara konsisten menggunakan argumen yang bersifat mendiskreditkan lawan politiknya serta menciptakan narasi musuh bersama—khususnya imigran ilegal.

The Republic Plato: Kitab Klasik yang Jadi Inspirasi Pemimpin Dunia dalam Demokrasi dan Keadilan

Trump menuduh imigran Meksiko sebagai pembawa kejahatan dan narkoba ke Amerika, meskipun banyak data yang menunjukkan bahwa imigran cenderung lebih rendah tingkat kejahatannya dibandingkan dengan penduduk asli. Namun, hal ini cukup efektif dalam memperkuat basis pendukung Trump yang merasa terancam oleh globalisasi dan perubahan demografis.

Selain itu, Trump juga menggunakan sofisme dalam menyerang media dan merendahkan sumber informasi yang tidak mendukungnya. Ia menyebut media sebagai "musuh rakyat", yang pada gilirannya menumbuhkan mistrust (ketidakpercayaan) terhadap laporan yang tidak sesuai dengan narasinya.

Machiavelli dalam Dunia Modern: Dari Napoleon hingga Serial Netflix

Studi Kasus: Narendra Modi di India

Narendra Modi, perdana menteri India, juga menggunakan retorika populis dalam kampanye politiknya. Modi memanfaatkan identitas nasionalisme Hindu untuk menggugah rasa kebanggaan di kalangan masyarakat India, sambil mengkritik pemerintahan sebelumnya yang dianggap tidak bisa memenuhi harapan rakyat. Slogan "Sabka Saath, Sabka Vikas" (Bersama Semua, Pembangunan untuk Semua) menjadi mantra yang menekankan inklusivitas, meskipun kebijakan Modi sering dikritik karena dianggap menguntungkan satu kelompok etnis dan agama, yaitu Hindu.

Virtù dan Fortuna: Dua Pilar Pemikiran Politik ala Machiavelli

Modi juga menggunakan media sosial untuk menyebarkan pesan-pesannya secara langsung kepada masyarakat, bypassing (melewati) kontrol media mainstream. Di sisi lain, kebijakan-kebijakan kontroversial seperti demonetisasi dan Undang-Undang Kewarganegaraan yang baru (CAA) mendapat banyak kritik, terutama karena dianggap mendiskriminasi Muslim. Namun, retorika populis yang digunakan Modi sering kali berhasil menutup isu-isu ini dengan menekankan manfaat ekonomi dan nasionalisme yang kuat.

Peran Sofisme dalam Retorika Populis Trump dan Modi

Halaman Selanjutnya
img_title