Pajak yang Adil untuk Semua: Apa Kata Ibnu Khaldun?

Ibnu Khaldun (ilustrasi)
Sumber :
  • Image Creator/ Handoko

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), daya beli masyarakat kelas menengah dan bawah telah tergerus akibat inflasi yang mencapai 3,27% (tahun ke tahun) pada kuartal kedua 2024. Jika PPN dinaikkan, harga barang dan jasa kemungkinan akan ikut melonjak, menambah beban ekonomi masyarakat.

Kebijakan Proaktif Presiden Prabowo: Indonesia Siap Hadapi Tantangan Global

Para ekonom juga memperingatkan risiko stagnasi konsumsi domestik. Konsumsi rumah tangga menyumbang sekitar 55% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Penurunan konsumsi dapat berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi, yang diproyeksikan hanya mencapai 4,8% pada 2024, lebih rendah dari target awal 5,3%.

Relevansi Pemikiran Ibnu Khaldun di Era Modern

Menanti Langkah Indonesia: Bergabung dengan BRICS atau Tetap Bebas?

Pemikiran Ibnu Khaldun menyoroti pentingnya keseimbangan dalam kebijakan perpajakan. Ia menjelaskan bahwa:

“Sebuah negara yang bijaksana adalah yang mampu menyeimbangkan pendapatan negara melalui pajak tanpa membebani rakyat, karena dari kesejahteraan rakyatlah kekayaan negara bertumbuh.”

Bergabung dengan BRICS: Siapkah Indonesia Hadapi Ketegangan dengan Barat?

Dalam konteks modern, hal ini berarti pemerintah harus mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi dari kebijakan pajak. Pajak yang terlalu tinggi dapat menghambat investasi dan menurunkan daya saing ekonomi, sementara pajak yang terlalu rendah dapat menyebabkan defisit anggaran. Solusi yang ditawarkan Ibnu Khaldun adalah kebijakan pajak yang moderat dan progresif, yang tidak hanya meningkatkan pendapatan negara tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi.

Gaya Hidup Mewah Pejabat dan Ketimpangan Sosial

Halaman Selanjutnya
img_title