Lonely Death, Orang Tua Meninggal Sendirian Menggejala di Negara Maju, Mengapa Bisa Terjadi?

Gejala Lonely Death di Era Modern
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Jakarta, WISATA - Fenomena "meninggal dalam kesendirian" atau yang lebih dikenal dengan istilah lonely death belakangan ini semakin menjadi sorotan di berbagai negara dengan populasi lansia yang signifikan. Kasus ini merujuk pada situasi di mana seseorang meninggal dunia dalam kesendirian tanpa ada keluarga, teman, atau pendamping yang menyertai. Baru ditemukan beberapa waktu setelah kematiannya, kondisi ini menjadi tanda adanya masalah besar yang harus segera ditangani. Singapura dan Jepang menjadi dua negara yang mengalami fenomena ini dengan cukup signifikan.

Jangan Sering Curhat dengan AI!, Ini Efek Psikologi, Sosial, dan Teknologi, yang Ditimbulkan

Meninggal Sendirian di Singapura: Sebuah Fenomena yang Semakin Meningkat

Singapura, sebagai negara maju dengan populasi yang semakin menua, menghadapi kenyataan pahit terkait dengan meningkatnya kasus lansia yang meninggal sendirian. Pada tahun 2023, tercatat sedikitnya 37 insiden lonely death yang melibatkan lansia. Salah satu kasus yang menghebohkan adalah seorang nenek yang lebih memilih tinggal di jalanan daripada di rumahnya. Ketakutan akan meninggal sendirian tanpa ada orang yang tahu membuatnya merasa lebih aman berada di ruang publik, meskipun dengan segala keterbatasan yang ada.

PENARI PENJAGA NEGERI: Gelar Syukuran Kebaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda UNESCO dengan Menari dan Peragaan Busana

Kasus-kasus seperti ini menunjukkan bahwa meskipun Singapura memiliki tingkat kemajuan yang tinggi, masalah kesepian dan isolasi sosial di kalangan lansia menjadi isu yang cukup serius. Para lansia, terutama yang tinggal sendiri, semakin terjebak dalam kesendirian yang memengaruhi kesehatan mental mereka. Isolasi sosial ini memperburuk kualitas hidup mereka, menyebabkan mereka merasa terabaikan dan tidak dihargai dalam masyarakat yang semakin individualistis.

Kodokushi di Jepang: Peningkatan Angka Lansia yang Meninggal Sendirian

Krisis Ekonomi atau Pilihan Hidup? Generasi Satori Menolak Konsumerisme

Di Jepang, fenomena lonely death dikenal dengan istilah "kodokushi". Fenomena ini telah menjadi masalah yang sangat besar bagi negara dengan jumlah lansia tertinggi di dunia. Diperkirakan sekitar 68.000 orang Jepang akan meninggal sendirian di rumah pada tahun 2024. Angka ini menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Selama periode Januari hingga Maret 2024, hampir 22.000 orang Jepang sudah meninggal dalam keadaan kesepian di rumah mereka.

Menariknya, sekitar 80 persen dari mereka yang meninggal sendirian berusia 65 tahun atau lebih. Data ini semakin menggambarkan betapa rentannya kelompok lansia yang hidup sendiri terhadap fenomena lonely death. Loneliness yang mereka alami, baik itu karena kehilangan pasangan hidup atau karena anak-anak yang merantau, memperburuk kondisi mereka. Sebagian besar dari mereka tidak memiliki jaringan sosial yang kuat, sehingga sangat sulit untuk mendapatkan pertolongan saat terjadi keadaan darurat.

Faktor Penyebab Meningkatnya Kasus Lansia yang Hidup Sendiri

Fenomena lonely death tidak hanya disebabkan oleh usia yang semakin tua, tetapi juga oleh sejumlah faktor lain yang saling berinteraksi. Salah satu faktor utama adalah perubahan struktur keluarga. Di banyak negara maju, termasuk Jepang dan Singapura, semakin banyak lansia yang tinggal sendiri. Perubahan ini disebabkan oleh pergeseran gaya hidup masyarakat yang semakin individualis, serta meningkatnya tingkat urbanisasi di mana anak-anak seringkali merantau ke kota besar untuk mencari pekerjaan, meninggalkan orangtua mereka di kampung halaman atau di rumah yang jauh dari pusat kota.

Selain itu, meningkatnya harapan hidup juga berperan besar dalam fenomena ini. Meskipun angka harapan hidup yang lebih tinggi menunjukkan kemajuan dalam bidang kesehatan, kenyataannya semakin banyak orang yang hidup lebih lama dalam kesendirian. Di Jepang, diperkirakan pada tahun 2050, sekitar 20 persen lansia akan hidup sendiri. Hal ini tentu saja menambah tantangan dalam menyediakan layanan dan dukungan yang memadai bagi mereka.

Isolasi Sosial dan Dampaknya terhadap Kesehatan Mental Lansia

Salah satu dampak paling serius dari hidup sendirian adalah meningkatnya isolasi sosial yang berujung pada masalah kesehatan mental. Lansia yang hidup dalam kesendirian rentan mengalami depresi, kecemasan, dan perasaan tidak berguna. Dalam banyak kasus, ketakutan akan meninggal sendirian menjadi gangguan psikologis yang signifikan. Mereka yang terisolasi dari keluarga atau teman-teman, sering kali merasa terabaikan oleh masyarakat, yang pada gilirannya memperburuk kondisi mental dan fisik mereka.

Isolasi sosial juga meningkatkan risiko terjadinya masalah kesehatan fisik yang lebih serius. Lansia yang tinggal sendirian cenderung lebih sedikit beraktivitas, lebih jarang menjalani pemeriksaan kesehatan, dan lebih mudah terjangkit penyakit. Tidak adanya pendamping yang dapat memberikan bantuan saat mereka membutuhkan pertolongan, baik itu dalam hal kesehatan maupun kebutuhan sehari-hari, memperburuk kondisi mereka.

Langkah-Langkah untuk Mengatasi Fenomena Meninggal Sendirian

Beberapa negara telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah lonely death. Di Singapura, misalnya, pemerintah telah meluncurkan berbagai program dukungan sosial untuk mengatasi kesepian di kalangan lansia. Program-program ini termasuk penyediaan layanan kesehatan dan kesejahteraan, serta mendorong interaksi sosial melalui kegiatan komunitas. Singapura juga menyediakan sistem pemantauan bagi lansia yang tinggal sendiri, yang memungkinkan mereka untuk mendapatkan bantuan medis atau sosial ketika diperlukan.

Di Jepang, pemerintah telah memperkenalkan berbagai inisiatif serupa, termasuk program "visit care" di mana tenaga medis atau relawan mengunjungi rumah lansia untuk memastikan kesejahteraan mereka. Selain itu, ada upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya peran komunitas dalam menjaga kesehatan sosial lansia.

Pentingnya Peran Keluarga dan Komunitas

Meskipun upaya pemerintah sangat penting, peran keluarga dan komunitas juga tak kalah vital dalam memastikan kesejahteraan lansia. Keluarga harus berperan aktif dalam menjaga hubungan dengan orangtua atau kerabat lansia, memastikan mereka tidak merasa terisolasi. Komunitas juga harus membangun jaringan dukungan sosial yang kuat, di mana lansia merasa dihargai dan memiliki tempat untuk berinteraksi dengan orang lain.

Peningkatan kesadaran dan kolaborasi antara pemerintah, keluarga, dan masyarakat menjadi kunci utama dalam mengatasi fenomena lonely death ini. Dengan upaya bersama, kita dapat memastikan bahwa para lansia dapat hidup dengan kualitas yang lebih baik, dikelilingi oleh dukungan sosial yang mereka butuhkan.

Fenomena lonely death atau meninggal sendirian semakin menjadi perhatian di berbagai negara dengan populasi lansia yang tinggi. Meninggal sendirian, tanpa keluarga atau teman yang menemani, menjadi kenyataan yang sangat menyedihkan bagi banyak lansia, terutama di negara-negara maju seperti Singapura dan Jepang. Dengan perubahan struktur keluarga, urbanisasi, dan peningkatan harapan hidup, fenomena ini akan semakin meningkat jika tidak ada langkah konkret untuk mengatasinya. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah, keluarga, dan komunitas untuk bersama-sama memberikan perhatian dan dukungan yang lebih bagi lansia agar mereka dapat menikmati masa tua mereka dengan penuh kasih sayang dan kedamaian.