Shifting vs. Resesi: Dua Sisi Tantangan Ekonomi Modern
- Image Creator bing/Handoko
Sementara shifting teknologi adalah hasil dari inovasi dan kemajuan teknologi, resesi global adalah fenomena yang dipicu oleh berbagai faktor eksternal. Saat ini, banyak negara menghadapi tantangan ekonomi yang berasal dari ketidakpastian politik, krisis energi, serta gangguan rantai pasok yang disebabkan oleh konflik geopolitik. Di Eropa, misalnya, perang Rusia-Ukraina telah mengakibatkan krisis energi yang parah, yang menyebabkan lonjakan biaya listrik dan penurunan daya beli masyarakat.
Di Amerika Serikat, Federal Reserve menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi, tetapi langkah ini juga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kekhawatiran resesi. Di Indonesia, inflasi tahunan tercatat mencapai 5,82% pada pertengahan 2023, menurut laporan Bank Indonesia, yang mengindikasikan kenaikan harga bahan pokok dan biaya hidup yang makin tinggi. Dampak dari resesi global sangat dirasakan oleh negara-negara berkembang yang bergantung pada ekspor dan impor.
Berbeda dengan shifting teknologi yang membawa perubahan secara langsung, dampak resesi sering kali menyebar secara perlahan namun memiliki konsekuensi yang luas. Banyak perusahaan terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) untuk menjaga kelangsungan bisnis. Menurut laporan dari Layoffs.fyi, perusahaan-perusahaan teknologi global telah memangkas lebih dari 250.000 karyawan sepanjang 2023. Hal ini berdampak negatif pada daya beli masyarakat dan mengurangi potensi konsumsi domestik yang merupakan pilar utama perekonomian di banyak negara berkembang.
Dampak Shifting dan Resesi Terhadap Sektor-Sektor Utama
- Sektor Retail: Shifting teknologi mengubah pola belanja konsumen. Dengan munculnya e-commerce, banyak toko fisik yang terpaksa tutup. Menurut laporan Statista, nilai transaksi e-commerce di Indonesia mencapai Rp400 triliun pada tahun 2023, meningkat drastis dibanding tahun sebelumnya. Namun, resesi mengurangi daya beli masyarakat, yang berdampak langsung pada penurunan permintaan terhadap barang-barang konsumsi.
- Sektor Keuangan: Di sektor keuangan, teknologi fintech dan digitalisasi layanan perbankan meningkat pesat. Tetapi, banyak perusahaan yang mengalami penurunan nilai saham akibat resesi, yang memaksa mereka melakukan restrukturisasi keuangan. Di Indonesia, penyaluran kredit perbankan tumbuh hanya sebesar 8% pada tahun 2023, lebih rendah dari prediksi awal.
- Sektor Manufaktur: Shifting teknologi memungkinkan otomasi di pabrik-pabrik yang meningkatkan efisiensi, namun berisiko mengurangi tenaga kerja manusia. Sementara itu, resesi menyebabkan penurunan produksi karena turunnya permintaan global. Sektor manufaktur di China, misalnya, mengalami penurunan hingga 3% pada tahun 2023 menurut National Bureau of Statistics of China, yang juga berdampak pada negara-negara lain yang terkait dalam rantai pasokan.
Apakah Shifting dan Resesi Saling Memperkuat?
Ketika kedua fenomena ini terjadi secara bersamaan, dampaknya bisa sangat merugikan. Transformasi digital yang tidak diiringi kesiapan pasar menciptakan kesenjangan ekonomi, sementara resesi memperburuk kondisi tersebut. Menurut penelitian yang diterbitkan oleh Oxford Economics, kombinasi antara digitalisasi yang cepat dan resesi bisa meningkatkan angka pengangguran hingga 12% dalam sektor-sektor tertentu yang lambat beradaptasi dengan teknologi.