Shifting atau Resesi? Mengupas Fakta di Balik Kelesuan Ekonomi Global
- Image Creator bing/Handoko
Di Amerika Serikat, bank sentral menaikkan suku bunga untuk menekan inflasi, namun ini berdampak negatif pada daya beli konsumen. Di Eropa, perang di Ukraina menciptakan krisis energi yang belum pernah terjadi sebelumnya, menekan produksi manufaktur dan menaikkan harga barang kebutuhan pokok. Di Indonesia sendiri, meskipun pertumbuhan ekonomi masih di angka positif, gejolak global ini tetap berpotensi memengaruhi sektor ekspor, terutama komoditas utama seperti batu bara dan minyak kelapa sawit.
Statistik lain menunjukkan peningkatan jumlah PHK di sektor teknologi. Data dari Layoffs.fyi mencatat lebih dari 200.000 pekerja teknologi kehilangan pekerjaan sejak awal 2023, dengan banyak perusahaan besar memangkas tenaga kerja akibat ketidakpastian ekonomi.
Apakah Kedua Fenomena Ini Saling Berkaitan?
Jika kita melihat lebih dalam, shifting digital dan resesi global tampaknya saling berinteraksi dan memperkuat satu sama lain. Transformasi digital, meski mendorong efisiensi, juga menciptakan ketimpangan ekonomi. Di satu sisi, perusahaan yang mampu mengadopsi teknologi akan tumbuh pesat, sementara mereka yang lamban beradaptasi akan tersingkir. Ini menciptakan pergeseran besar dalam pasar tenaga kerja, dengan banyak pekerjaan tradisional yang tergantikan oleh teknologi.
Namun, dampak resesi juga memperberat beban bagi perusahaan, bahkan yang berbasis teknologi sekalipun. Penurunan daya beli konsumen global membuat banyak startup kesulitan mendapatkan pendanaan, memaksa mereka untuk melakukan efisiensi dan memotong biaya operasional, termasuk melalui PHK.
Data Statistik: Shifting Digital dan Resesi Ekonomi
- Transformasi Digital: Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menunjukkan bahwa jumlah transaksi e-commerce di Indonesia mencapai Rp400 triliun pada 2023, naik signifikan dari tahun sebelumnya. Namun, angka ini kontras dengan penurunan jumlah tenaga kerja di sektor ritel tradisional, yang mengalami penurunan sebesar 12,4% pada periode yang sama.
- Inflasi dan Suku Bunga: Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi di Indonesia berada pada angka 5,4% pada Agustus 2023, lebih tinggi dibandingkan target Bank Indonesia. Kenaikan ini dipicu oleh lonjakan harga pangan dan energi, yang juga terjadi di negara-negara lain, akibat ketegangan geopolitik dan gangguan rantai pasok.
- PHK di Sektor Teknologi: Seperti yang disebutkan sebelumnya, ribuan pekerja teknologi terkena dampak PHK massal. Laporan dari Crunchbase menyebutkan bahwa beberapa perusahaan teknologi besar seperti Google, Meta, dan Amazon terpaksa memangkas karyawan karena menurunnya pendapatan iklan dan ketidakpastian pasar.