Wajah Baru Kementerian Ketenagakerjaan Indonesia, Mungkinkah Jadi Harapan Baru?

Kementerian Ketenagakerjaaan Republik Indonesia
Sumber :
  • setkab.go.id

Jakarta, WISATA - Yassierli resmi dilantik sebagai Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia pada Oktober 2024. Tugasnya tidak ringan, mengingat situasi ketenagakerjaan yang saat ini menghadapi berbagai tantangan signifikan. Isu yang paling mendesak termasuk melonjaknya angka pemutusan hubungan kerja (PHK), khususnya di sektor-sektor industri padat karya seperti garmen, tekstil, dan manufaktur. Penunjukan Yassierli sebagai Menteri Ketenagakerjaan diharapkan membawa angin segar untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang mendesak tersebut, terutama dalam aspek perlindungan sosial bagi pekerja informal yang hingga kini masih terbatas.

Harapan Besar bagi UMKM pada Maman Abdurahman di Bawah Kabinet Baru Presiden Prabowo Subianto

Lonjakan PHK di Sektor Tekstil, Garmen, dan Manufaktur

Dampak ketidakpastian ekonomi global dan penurunan permintaan dari negara-negara tujuan ekspor menjadi penyebab utama meningkatnya angka PHK di sektor industri padat karya. Data dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menunjukkan bahwa pada 2023, lebih dari 100.000 pekerja kehilangan pekerjaan di sektor tekstil dan garmen. Lebih dari 15% perusahaan di sektor ini harus mengurangi produksi, menyebabkan ribuan pekerja terkena dampaknya. BPJS Ketenagakerjaan juga melaporkan bahwa selama 2023, terdapat peningkatan klaim Jaminan Hari Tua (JHT) hingga 340.000 klaim, di mana 17% dari klaim tersebut berasal dari sektor garmen dan tekstil. Situasi ini menunjukkan perlunya langkah cepat dan tepat dari pemerintah untuk mengurangi dampak PHK serta memberikan perlindungan yang lebih baik bagi pekerja yang terdampak.

Ekonomi, Budaya Indonesia Rontok Dihantam TikTok: Penjajahan Modern Melalui Teknologi Digital

Perlindungan Sosial bagi Pekerja Informal Masih Menjadi Tantangan

Selain tantangan di sektor formal, pemerintah juga dihadapkan pada permasalahan rendahnya akses pekerja informal terhadap jaminan sosial. Menurut BPJS Ketenagakerjaan, hanya sekitar 5,19% pekerja informal yang terdaftar dalam program jaminan sosial. Padahal, pekerja di sektor informal menjadi salah satu bagian terbesar dari struktur ketenagakerjaan di Indonesia, dengan lebih dari 56% tenaga kerja bekerja di sektor ini.

Inikah Bukti Salah Urus UMKM dan Hanya Dijadikan Alat Serapan Anggaran, Habis Itu Ditinggal?

Perlindungan sosial yang minim bagi pekerja informal menjadi salah satu pekerjaan rumah besar bagi Yassierli. Peningkatan akses terhadap BPJS Ketenagakerjaan melalui digitalisasi sistem dan penyederhanaan proses pendaftaran bisa menjadi solusi untuk memperluas jangkauan perlindungan sosial bagi pekerja informal.

Evaluasi Program Balai Latihan Kerja dan Kelompok Usaha Mandiri

Halaman Selanjutnya
img_title