Ekonomi, Budaya Indonesia Rontok Dihantam TikTok: Penjajahan Modern Melalui Teknologi Digital

Ekonomi dan Budaya Indonesia dalam Cengkraman Asing (ilustrasi)
Sumber :
  • Yoyok Pitoyo

Jakarta, WISATA - Di tengah laju globalisasi yang tak terbendung, Indonesia menghadapi tantangan serius dalam menjaga ketahanan ekonomi dan budaya. Dua platform digital asal Tiongkok, yaitu TikTok dan TEMU, mendapat sorotan tajam dari Ketua Umum Usaha Asosiasi Pengusaha Mikro Kecil dan Menengah Indonesia Bersatu (KOPITU), Yoyok Pitoyo. Menurut Yoyok, kedua aplikasi ini bukan hanya menggerus budaya lokal, tetapi juga mengancam keberlangsungan UMKM di Indonesia. Pemerintah harus bertindak tegas untuk melindungi kepentingan nasional dari ancaman penjajahan modern melalui teknologi digital ini.

René Descartes: Jika Anda Ingin Menjadi Pencari Kebenaran, Anda Harus Meragukan, Setidaknya Sekali dalam Hidup Anda,

TikTok: Ancaman Budaya Melalui Algoritma Canggih

TikTok telah menjadi salah satu platform sosial terbesar di Indonesia dengan pengguna mencapai lebih dari 113 juta. Namun, di balik kesuksesannya, TikTok juga membawa dampak negatif terhadap budaya lokal. Menurut Yoyok, TikTok secara perlahan tapi pasti, sedang menggantikan budaya Indonesia dengan budaya asing, terutama Tiongkok, melalui manipulasi algoritma.

René Descartes: “Cara Terbaik untuk Mencapai Kebenaran adalah dengan Meragukan Segala Hal Terlebih Dahulu”

"TikTok sudah memasukkan algoritma yang berdasarkan data-data dari konten kreator Indonesia. Setelah itu, konten kreator Tiongkok mulai memasukkan budaya Tiongkok atau membuat konten serupa, yang pada akhirnya menggerus budaya asli Indonesia secara perlahan," jelas Yoyok. Dengan cara ini, TikTok mampu mengontrol tren dan mengarahkan generasi muda Indonesia untuk lebih terpengaruh oleh budaya asing, sementara budaya lokal semakin ditinggalkan.

Selain itu, TikTok juga berperan dalam mendorong generasi muda ke dalam gaya hidup YOLO (You Only Live Once), FOMO (Fear of Missing Out), dan FOPO (Fear of Other People's Opinions). Yoyok menyatakan bahwa TikTok, melalui konten-konten yang viral, mempromosikan gaya hidup konsumtif dan hedonistik, di mana anak muda diajak untuk hanya fokus pada kenikmatan sesaat dan kecenderungan mengikuti tren tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang. "Generasi muda kita semakin terjebak dalam pola hidup YOLO dan FOMO, yang hanya memikirkan kesenangan dan takut ketinggalan tren. Akibatnya, mereka menjadi mudah terpengaruh oleh konten-konten negatif, termasuk promosi judi online dan pinjaman online ilegal," tegas Yoyok.

René Descartes: “Mereka yang Mencari Kebenaran Harus, Sekali dalam Hidupnya, Meragukan Segala Sesuatu”

Data menunjukkan bahwa 60% pengguna TikTok di Indonesia adalah anak muda berusia 16-24 tahun, kelompok yang sangat rentan terhadap pengaruh budaya dan gaya hidup. Konten yang dihasilkan oleh para kreator di Indonesia sering kali ditiru oleh konten kreator Tiongkok, namun dengan tambahan elemen budaya Tiongkok. Yoyok menilai bahwa ini adalah taktik halus untuk mempromosikan budaya Tiongkok dan melemahkan nilai-nilai tradisional Indonesia.

TEMU: E-Commerce Asal Tiongkok yang Mengancam UMKM Lokal

Halaman Selanjutnya
img_title