Yoyok KOPITU: “Indonesia Trade Expo Usang dan Tidak Efektif, Hanya Buang Anggaran”

Yoyok Pitoyo Ketua Umum Kopitu
Sumber :
  • Handoko/Istimewa

Jakarta, WISATAIndonesia Trade Expo (ITE) yang diselenggarakan di ICE BSD setiap tahun dinilai tidak lagi relevan dan tidak efektif untuk mendongkrak nilai ekspor Indonesia. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Mikro, Kecil, dan Menengah Indonesia Bersatu (KOPITU), Yoyok Pitoyo, memberikan kritik tajam terhadap pameran dagang tahunan ini. Menurut Yoyok, model pameran seperti ITE sudah ketinggalan zaman dan seharusnya dihentikan karena hanya menghabiskan anggaran negara tanpa memberikan hasil yang signifikan bagi perkembangan ekspor Indonesia.

Sektor Industri Makanan Mengukir Rekor dalam Ekspor Indonesia: Dampak dan Prospek Ekonomi Nasional

"Model pameran seperti Indonesia Trade Expo sudah usang dan jadul. Sebaiknya dihentikan saja karena hasilnya tidak sebanding dengan anggaran besar yang dikeluarkan," ujar Yoyok dalam pernyataannya. Kritik ini dilayangkan Yoyok karena melihat sejumlah ketidakefektifan ITE dalam mempertemukan produsen Indonesia dengan pembeli internasional yang potensial.

Pameran Dipenuhi Produk Asing

Transformasi Digital Indonesia: Inilah Poin-Poin Penting dalam Deklarasi DIALS 2024

Salah satu sorotan utama Yoyok adalah banyaknya booth pameran yang tidak hanya diisi oleh produk-produk lokal, tetapi juga produk impor dari luar negeri. "Faktanya, di panggung yang kita buat, kita justru memperbesar kompetitor ekspor kita. Produk luar negeri banyak dipamerkan di booth ITE, yang seharusnya fokus pada produk Indonesia," ungkapnya.

Data dari penyelenggara ITE menunjukkan bahwa pada tahun 2023, lebih dari 15% booth diisi oleh produk impor yang dipamerkan oleh distributor dalam negeri. Kondisi ini menurut Yoyok sangat merugikan karena bukannya meningkatkan ekspor produk Indonesia, ITE malah turut mempromosikan produk luar negeri.

Mendag: Ekspor Pinang Indonesia Peringkat ke-1 Dunia, Ayo Terus Dukung Peningkatan Ekspor Nasional

Peserta dan Pengunjung: Mayoritas Broker, Bukan Produsen

Selain masalah produk asing, Yoyok juga menyoroti bahwa pengunjung dan peserta yang hadir di ITE bukan lagi berasal dari produsen atau pengguna langsung, melainkan mediator dan broker. "ITE bukan lagi ajang pertemuan antara produsen dan pembeli, tetapi lebih banyak dihadiri oleh perantara yang memperpanjang rantai pasok. Ini membuat harga produk Indonesia tidak lagi kompetitif di pasar internasional," jelasnya.

Berdasarkan data dari penyelenggara, lebih dari 60% pengunjung ITE adalah mediator atau broker, bukan pembeli langsung yang diharapkan dapat bertransaksi dengan produsen.  Hal ini memperpanjang proses penjualan dan membuat produk Indonesia menjadi lebih mahal dibandingkan kompetitornya.

UMKM Hanya Dijadikan Klaim Birokrasi

Menurut Yoyok, salah satu ironi terbesar dari ITE adalah klaim bahwa pameran ini memberikan manfaat besar bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Padahal, data menunjukkan bahwa kontribusi UMKM terhadap total nilai transaksi di ITE sangat kecil.

Pada ITE 2023, dari total nilai transaksi USD 15,8 miliar, hanya sekitar 10% yang berasal dari produk UMKM. Sisanya didominasi oleh perusahaan besar atau produk impor. "UMKM hanya dijadikan klaim oleh birokrat, padahal kontribusi mereka sangat kecil. Jika terus begini, UMKM kita tidak akan pernah bisa bersaing di pasar ekspor," tegas Yoyok.

Forum Bisnis dan Business Matching Tidak Efektif

Yoyok juga mengkritik forum bisnis dan business matching yang diselenggarakan selama ITE. Menurutnya, acara tersebut tidak efektif dalam mempertemukan produsen dengan pengguna akhir atau pembeli potensial. "Forum bisnis dan business matching lebih sering dihadiri oleh perantara, bukan user atau pembeli langsung. Ini membuat produsen lokal kesulitan mendapatkan transaksi langsung," ungkapnya.

Data dari Kementerian Perdagangan menunjukkan bahwa hanya 20% dari pertemuan di business matching yang berujung pada kontrak transaksi, sisanya hanya menghasilkan prospek tanpa kelanjutan transaksi yang berarti

Anggaran Besar, Hasil Tidak Signifikan

ITE setiap tahunnya menghabiskan anggaran yang cukup besar dari negara. Untuk penyelenggaraan ITE 2023, Kementerian Perdagangan mengalokasikan anggaran Rp 250 miliar. Namun, meski nilai transaksi yang dihasilkan cukup besar, kontribusi terhadap ekspor nasional masih jauh dari harapan.

Pada 2023, total ekspor Indonesia tercatat USD 292,6 miliar, namun kontribusi UMKM terhadap angka tersebut hanya 15,7%. "Dengan anggaran sebesar itu, seharusnya ada hasil yang lebih signifikan. Namun faktanya, kontribusi UMKM terhadap ekspor masih sangat rendah," ujar Yoyok.

Pembandingan dengan Pameran Dagang Lain

Sebagai perbandingan, Yoyok menyebutkan beberapa pameran dagang serupa di negara-negara lain yang terbukti lebih efektif dalam mendongkrak ekspor produk lokal. Di Korea Selatan, ada Seoul International Trade Fair, di Tiongkok ada China Import and Export Fair (lebih dikenal sebagai Canton Fair), di Vietnam ada Vietnam Expo, dan di Taiwan ada Taipei International Trade Fair.

Negara-negara tersebut berhasil menjadikan pameran-pameran dagang mereka sebagai platform utama untuk mempromosikan produk lokal dan mempertemukan produsen dengan pembeli langsung dari seluruh dunia. "Negara-negara seperti Tiongkok sangat serius dalam mendorong pengusaha mereka untuk mengikuti pameran internasional. Mereka mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah, termasuk pembiayaan. Bandingkan dengan Indonesia, kita kalah bersaing di sini," jelas Yoyok.

Data menunjukkan bahwa pameran-pameran ini memiliki dampak signifikan terhadap nilai ekspor negara masing-masing. Canton Fair di Tiongkok, misalnya, berhasil mencatatkan transaksi sebesar USD 21,6 miliar pada tahun 2023, jauh melebihi pencapaian Indonesia Trade Expo.

Dibutuhkan Pembenahan Menyeluruh

Melihat berbagai masalah yang ada, Yoyok menegaskan bahwa dibutuhkan pembenahan menyeluruh terhadap model penyelenggaraan Indonesia Trade Expo. Menurutnya, model yang ada saat ini sudah tidak relevan dengan kondisi pasar global yang semakin kompetitif. "Kita harus segera melakukan pembenahan total. Mulai dari pengaturan peserta, format pameran, hingga cara kita mempertemukan produsen dengan pembeli," tegasnya.

Bubarkan Indonesia Trade Promotion Centre (ITPC)

Selain meminta pembenahan ITE, Yoyok juga menyoroti peran Indonesia Trade Promotion Centre (ITPC), lembaga yang bertanggung jawab untuk mempromosikan produk Indonesia di luar negeri. Menurutnya, jika ITPC masih menggunakan pola lama, maka sebaiknya lembaga ini dibubarkan. "ITPC perlu dirombak total atau sebaiknya dibubarkan jika masih menggunakan cara-cara lama yang tidak efektif," tegasnya.

Waktunya Berubah

Indonesia Trade Expo yang seharusnya menjadi ajang strategis untuk mempromosikan produk lokal dan mendongkrak ekspor, kini dinilai tidak lagi efektif. Kritik dari Yoyok Pitoyo, Ketua Umum KOPITU, menyoroti ketidakefektifan pameran ini dalam menghadirkan pembeli potensial dan memberikan peluang bagi UMKM. Dengan anggaran besar namun hasil yang minim, sudah saatnya pemerintah melakukan evaluasi mendalam dan melakukan pembenahan menyeluruh terhadap ITE serta lembaga-lembaga terkait, seperti ITPC. Jika tidak, upaya Indonesia dalam meningkatkan ekspor akan terus terhambat oleh model pameran yang usang dan tidak relevan.