Dominasi Politisi Pebisnis di DPR, Apakah Ini Pertanda Baik?
- DPR MPR RI
Jakarta, WISATA - Tren politisi berlatar belakang pebisnis yang semakin mendominasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadi topik hangat dalam diskusi politik di Indonesia. Berdasarkan laporan yang dirilis oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) bertajuk "Bayang-bayang Politisi-Pebisnis dalam Komposisi DPR 2024-2029", terdapat peningkatan signifikan dalam jumlah politisi pebisnis yang menduduki kursi DPR. Apakah fenomena ini membawa dampak positif atau justru sebaliknya?
DPR 1999-2004: Politisi Non-Pebisnis Masih Mendominasi
Pada periode DPR 1999-2004, komposisi anggota lebih didominasi oleh politisi non-pebisnis, dengan persentase mencapai 67,4%. Saat itu, pebisnis yang masuk ke DPR hanya sekitar 33,6%, sementara keterlibatan kerabat elit belum terdata. Tren ini mencerminkan kondisi awal pasca-reformasi, di mana banyak politisi berlatar belakang aktivis, akademisi, dan profesional non-bisnis yang duduk di kursi legislatif.
2004-2009: Munculnya Pengaruh Pebisnis di DPR
Memasuki periode DPR 2004-2009, pengaruh politisi pebisnis mulai meningkat. Pada periode ini, pebisnis yang duduk di DPR bertambah menjadi 39,0%, sedangkan politisi non-pebisnis masih mendominasi dengan 61,0%. Meski demikian, tren peningkatan ini mulai menimbulkan diskusi tentang potensi konflik kepentingan di antara para anggota legislatif yang juga terlibat dalam bisnis pribadi mereka.
2009-2014: Pebisnis Semakin Kuat di Parlemen
Periode DPR 2009-2014 menandai titik penting dalam komposisi anggota legislatif. Dengan persentase politisi pebisnis yang meningkat menjadi 54,0%, angka ini untuk pertama kalinya melampaui setengah dari total anggota DPR. Sementara itu, non-pebisnis turun ke angka 46,0%. Kondisi ini menjadi awal dari dominasi pebisnis di parlemen, yang perlahan menyingkirkan dominasi aktivis dan profesional non-bisnis.