Yoyok KOPITU: "KADIN Hanya Fokus Oligarki, UKM Gagal Bersaing di Pasar Global"
- Istimewa
Jakarta, WISATA - Yoyok Pitoyo, Ketua Komite Pengusaha Kecil Menengah Indonesia Bersatu (KOPITU), kembali melontarkan kritik tajam kepada Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN). Ia menilai bahwa KADIN hanya mementingkan kepentingan pengusaha besar dan oligarki, sementara UKM—yang menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia—dibiarkan terpinggirkan. Yoyok menyatakan bahwa KADIN tidak serius dalam membawa UKM ke pentas global, padahal peluang bagi UKM untuk tumbuh dan bersaing di pasar internasional sangat besar.
Fokus KADIN pada Oligarki
Dalam pandangannya, Yoyok KOPITU menyebut bahwa KADIN terlalu sibuk melayani kepentingan segelintir pengusaha besar dan oligarki. “KADIN seharusnya menjadi wadah bagi semua pelaku usaha, bukan hanya yang punya modal besar. Kenyataannya, UKM yang seharusnya menjadi prioritas malah terabaikan. KADIN lebih memusatkan perhatian pada proyek-proyek besar yang hanya dinikmati oleh segelintir orang," ungkap Yoyok.
Menurut data dari Kementerian Koperasi dan UKM, sektor UKM menyumbang lebih dari 60,51% Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan mencakup 99,9% dari total pelaku usaha di Indonesia. UKM juga menyerap 97% dari total tenaga kerja di Indonesia. Namun, meski peran UKM begitu besar, KADIN dinilai gagal memberikan dukungan yang memadai untuk membawa mereka menembus pasar internasional.
Gagal Menangkap Peluang Ketenagakerjaan di Luar Negeri
Yoyok menyoroti salah satu kegagalan KADIN, yaitu tidak berhasil memanfaatkan peluang ketenagakerjaan luar negeri bagi tenaga kerja formal dari sektor UKM. Salah satu pihak yang bertanggung jawab atas hal ini adalah Wakil Ketua Umum KADIN Bidang Ketenagakerjaan, yang menurut Yoyok gagal dalam menjalankan tugasnya. KADIN dianggap tidak mampu membuka jalan bagi pekerja formal dari sektor UKM untuk bekerja di luar negeri, padahal ada banyak peluang yang bisa dimanfaatkan.
Contohnya, perjanjian perdagangan Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA), yang mencakup program-program ketenagakerjaan seperti visa work and holiday (subclass 462), skilled employee exchange (subclass 403), dan program magang (subclass 407). Program ini seharusnya bisa membuka peluang bagi pekerja formal dari UKM untuk bekerja di Australia. Namun, KADIN gagal memanfaatkan kesempatan ini.
Selain Australia, negara-negara lain seperti Korea Selatan, Jepang, Inggris, dan Polandia juga membuka peluang besar bagi tenaga kerja formal Indonesia, terutama yang berasal dari sektor UKM. Misalnya, Korea Selatan memiliki program skilled employee, yang dapat dimanfaatkan oleh pekerja formal Indonesia. Di Jepang, program Technical Intern Training Program (TITP) membuka peluang bagi pekerja Indonesia untuk mendapatkan pengalaman kerja di industri manufaktur.
Menurut Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), jumlah pekerja migran Indonesia pada tahun 2023 mencapai sekitar 9 juta orang, dengan 70% dari mereka bekerja di sektor formal. Negara-negara tujuan utama pekerja migran Indonesia mencakup Malaysia, Taiwan, Hong Kong, Korea Selatan, dan Australia. Namun, banyak dari pekerja ini berasal dari sektor informal. KADIN diharapkan dapat berperan lebih besar dalam membuka akses bagi pekerja formal dari UKM agar bisa memanfaatkan peluang tersebut.
UKM yang Terpinggirkan
Yoyok menegaskan bahwa KADIN seharusnya proaktif dalam membantu UKM memanfaatkan pasar global, baik dalam hal ketenagakerjaan maupun ekspor produk. "KADIN seharusnya bukan hanya fokus pada proyek besar yang menguntungkan oligarki, tetapi juga harus memberikan dukungan nyata kepada UKM. Saat ini, kita melihat bagaimana UKM tidak bisa bersaing di pasar internasional karena minimnya dukungan dari KADIN," ungkap Yoyok.
Data dari International Trade Centre menunjukkan bahwa UKM di seluruh dunia menyumbang 50% dari total ekspor global, namun kontribusi UKM Indonesia dalam ekspor global masih sangat rendah. Ini menunjukkan bahwa UKM Indonesia belum mampu bersaing di pasar internasional. Padahal, potensi untuk berkembang sangat besar jika ada dukungan yang lebih baik, termasuk akses ke teknologi, pendanaan, dan pelatihan.
Tantangan untuk Anindya Bakrie
Dengan terpilihnya Anindya Bakrie sebagai Ketua Umum KADIN yang baru, Yoyok berharap ada perubahan signifikan dalam arah kebijakan KADIN. “Anindya Bakrie harus melakukan reformasi besar-besaran di KADIN. Fokusnya jangan hanya pada pengusaha besar, tetapi juga bagaimana UKM bisa berkembang dan bersaing di pasar internasional," jelas Yoyok.
Yoyok menegaskan bahwa KADIN harus menjadi lembaga yang inklusif dan tidak hanya menguntungkan segelintir orang. Kolaborasi antara pengusaha besar dan UKM sangat penting untuk memperkuat daya saing UKM di pasar global. Namun, hingga saat ini, kolaborasi tersebut masih sangat minim.
Selain itu, Yoyok juga menyoroti bahwa KADIN seharusnya lebih aktif dalam membantu membuka akses bagi tenaga kerja formal UKM ke pasar luar negeri. “Banyak peluang kerja di negara-negara seperti Korea Selatan, Jepang, Inggris, dan Polandia yang bisa dimanfaatkan oleh tenaga kerja formal dari UKM. KADIN harus bisa membantu memfasilitasi ini," tambah Yoyok.
Potensi UKM di Pasar Global
Salah satu masalah utama yang dihadapi UKM adalah minimnya dukungan dalam hal akses ke pasar internasional. KADIN seharusnya dapat berperan lebih aktif dalam membuka jalan bagi UKM untuk mengekspor produknya ke luar negeri. Potensi ekspor UKM sangat besar, tetapi tanpa dukungan yang memadai, UKM Indonesia masih kesulitan bersaing dengan negara-negara lain di kawasan.
Yoyok juga menyoroti perlunya peran KADIN dalam membantu UKM mengakses teknologi dan pendanaan yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas produk mereka. “Jika KADIN hanya fokus pada oligarki, UKM akan terus terpinggirkan dan tidak akan mampu bersaing di pasar global. Kita butuh perubahan di KADIN yang bisa mendukung semua pelaku usaha, termasuk UKM," tegas Yoyok.
Yoyok KOPITU berharap bahwa KADIN di bawah kepemimpinan Anindya Bakrie akan menjadi lebih inklusif dan memperhatikan kebutuhan UKM. “KADIN harus lebih fokus pada pengembangan UKM dan bukan hanya pada kepentingan oligarki. Dengan dukungan yang tepat, UKM bisa menjadi pemain utama di pasar internasional," tutup Yoyok.
Ke depan, tantangan besar bagi KADIN adalah bagaimana menciptakan ekosistem bisnis yang inklusif dan memberdayakan semua pelaku usaha. Dengan reformasi yang tepat, KADIN bisa menjadi lembaga yang mampu membawa UKM ke pentas global, bukan hanya pengusaha besar.