Judi Online di Kalangan Anak-Anak: Data Mengkhawatirkan dan Solusi Pencegahannya

Barang bukti judi online
Sumber :
  • rri.co.id

Jakarta, WISATA – Menurut survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2023, tingkat penetrasi internet di Indonesia mencapai 79,5 persen dari total penduduk Indonesia yang sebesar 279,3 juta jiwa berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS). Penetrasi internet cukup besar disumbang oleh kelompok generasi Z atau mereka yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012 yaitu sebesar 87,02 persen.

Agustus 2024, Pecahkan Rekor Kunjungan Wisatawan Mancanegara: Peningkatan Drastis hingga 133,94%

Angka lumayan tinggi juga turut disumbang oleh generasi post-Z atau mereka yang lahir setelah 2013 yakni dengan penetrasi sebesar 48,10 persen. Mereka umumnya menghabiskan 97 persen waktunya berselancar di dunia maya menggunakan gawai seperti telepon seluler (ponsel) pintar (smartphone). Sayangnya, tak sedikit dari mereka yang singgah di situs-situs judi online.

PPATK mencatat, nilai transaksi keuangan mencurigakan, terutama terkait dengan judi online, telah mencapai lebih dari Rp600 triliun pada kuartal pertama 2024. Angka ini setara 20 persen dari APBN. Sebanyak 80 persen dari 2,37 juta masyarakat yang bermain judi online melakukan transaksi rata-rata Rp100 ribu. Sejak 2022, PPATK mendeteksi 5.000 rekening bank terkait judi online dan berakhir dengan pemblokiran.

Duh, 10 Oknum Pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital Diduga Terlibat Judi Online

Pada kenyataannya, di balik judi online , terkuak data bahwa terdapat hampir 500.000 anak-anak Indonesia berstatus pelajar dan mahasiswa terseret di dalamnya. Kepala Satuan Tugas Pemberantasan Judi Online sekaligus Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Hadi Tjahjanto menyebut, sekitar 2 persen dari pemain judi online adalah di bawah umur atau kurang dari 10 tahun, jumlahnya 47.400 orang. Sedangkan antara 10--20 tahun sekitar 440.000 orang.

Oleh sebab itu, aktivitas anak-anak harus mulai diawasi sejak sekarang terutama di lingkungan sekitarnya agar tak terjerumus dalam judi online. Hal tersebut telah dicantumkan dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Orang tua memegang peranan penting dalam upaya perlindungan anak. Termasuk perlindungan terhadap kecanduan judi online.

Tiktoker Gunawan Sadbor Ditangkap Polisi karena Diduga Terkait Promosi Judi Online

Dosen Ilmu Psikologi Universitas Tarumanagara Debora Basaria menjelaskan, fase remaja dimulai dari usia 10--13 tahun dan berakhir di usia 18--22 tahun. Dalam fase tersebut, remaja cenderung menunjukkan perilaku impulsif seperti bertindak tanpa perencanaan dan memikirkan konsekuensinya, serta cenderung mencari pengalaman baru. Perilaku impulsif itu seyogyanya wajar jika terjadi terhadap para remaja, tetapi kewajaran itu perlu ada batasnya jika tindakan mengarah kepada aktivitas yang berisiko seperti judi online.

Kecanduan judi online pada anak-anak memunculkan tindakan mengarah kriminalitas seperti pencurian guna mendapatkan uang dengan cara mudah. Berdasarkan hasil risetnya, Debora menemukan fakta bahwa remaja dalam tingkatan parah dalam judi online memiliki kesenangan dramatis untuk memenangkan gim. Alhasil, individu tersebut memiliki fantasi untuk selalu ingin menang dengan terus-menerus berjudi dan menghabiskan uang guna memenuhi hasrat berjudinya.

Peran keluarga serta orang-orang terdekat serta lingkungan sekitar menjadi faktor terpenting guna menyelamatkan anak-anak dari bahaya laten judi online yang dapat merusak calon generasi emas Indonesia.

 

Sumber: Indonesia.go.id