Menghindari Hiruk Pikuk: Tren Wisata JOMO Berpadu dengan Kearifan Lokal Indonesia

Wisata Jomo di Gunung Bromo
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Jakarta, WISATA - Di tengah arus kehidupan modern yang semakin cepat, banyak orang merasa lelah dengan hiruk-pikuk yang tak berkesudahan. Di sinilah tren wisata Joy of Missing Out (JOMO) hadir sebagai solusi. Berbeda dari tren perjalanan pada umumnya, JOMO menekankan kebahagiaan yang muncul dari ketenangan dan melepaskan diri dari tekanan sosial. Dalam konteks Indonesia, JOMO menjadi lebih menarik ketika berpadu dengan kearifan lokal yang kaya dan penuh makna.

Keberanian Sejati Menurut Mark Tuitert: Mengapa Kejujuran terhadap Diri Sendiri adalah Kunci Hidup Bermakna

Mengapa JOMO Menjadi Tren?

Konsep JOMO muncul sebagai jawaban atas kelelahan sosial yang banyak dirasakan akibat era digital. Media sosial sering kali menciptakan tekanan untuk selalu "ikut" dalam setiap tren. Dengan mengadopsi JOMO, seseorang bisa memilih untuk menikmati momen sederhana tanpa merasa kehilangan.

Mengupas The Almanack of Naval Ravikant: Panduan Menuju Pencapaian Kekayaan dan Kebahagiaan

Indonesia, dengan keberagaman budaya dan keindahan alamnya, menjadi tempat ideal untuk melaksanakan wisata JOMO. Dari pegunungan yang sepi hingga desa-desa adat yang penuh kedamaian, wisatawan dapat menemukan tempat untuk melepaskan diri dari segala hiruk-pikuk dunia modern.

Sentuhan Kearifan Lokal dalam Wisata JOMO

Makna Lebih Penting daripada Sukses: Pesan Mendalam dari Mark Tuitert dalam The Stoic Mindset

Kearifan lokal Indonesia menjadi nilai tambah dalam tren JOMO. Praktik-praktik tradisional seperti meditasi, ritual pembersihan jiwa, dan perawatan tubuh berbasis herbal dapat memberikan dimensi baru pada pengalaman wisata yang menenangkan.

Beberapa contoh kearifan lokal yang relevan untuk wisata JOMO adalah:

Halaman Selanjutnya
img_title