JOMO sebagai Kunci Kesejahteraan: Harmoni Antara Filosofi Barat dan Tradisi Lokal

Wisata Jomo di Gunung Bromo
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Malang, WISATA - Di tengah kehidupan yang semakin sibuk dan penuh tekanan, banyak orang mencari cara untuk mencapai kesejahteraan sejati. Salah satu konsep yang kini semakin populer adalah JOMO (Joy of Missing Out), yang menawarkan alternatif untuk melawan kecemasan yang muncul akibat keinginan untuk terus mengikuti segala perkembangan dunia. Namun, JOMO tidak hanya sekadar menghindari keramaian dan hiruk-pikuk modernitas. Ketika diterapkan dalam kerangka filosofi Barat seperti Stoikisme dan tradisi lokal yang kental akan nilai-nilai kebijaksanaan, konsep ini bisa menjadi kunci untuk mencapai harmoni dalam kehidupan sehari-hari. Artikel ini akan membahas bagaimana JOMO bisa menjadi titik temu antara filosofi Barat dan tradisi lokal, untuk mencapai kesejahteraan yang lebih mendalam.

Aristoteles dan Al-Ghazali: Pemikiran yang Bertemu di Persimpangan Filsafat dan Spiritualitas

JOMO: Lebih dari Sekadar Mematikan Notifikasi

JOMO, atau "Joy of Missing Out," mengajak kita untuk merayakan kebahagiaan dengan memilih untuk tidak terlibat dalam segala bentuk kesibukan yang tidak perlu. Berbeda dengan FOMO (Fear of Missing Out) yang menciptakan perasaan cemas ketika seseorang merasa tertinggal, JOMO justru menekankan kebahagiaan yang datang dari memilih untuk melewatkan berbagai aktivitas sosial atau digital yang tidak memberi dampak positif bagi kehidupan pribadi. Praktik ini memberikan kita ruang untuk menikmati momen-momen sederhana, seperti waktu berkualitas dengan keluarga, waktu untuk diri sendiri, atau sekadar menikmati alam.

Etika Kebajikan Menurut Aristoteles dan Ibnu Sina: Panduan untuk Hidup Bahagia dan Bermakna

Namun, JOMO bukan sekadar memutuskan untuk tidak mengikuti tren atau berhenti menggunakan media sosial. Lebih dari itu, JOMO mengajarkan kita untuk menyadari bahwa kebahagiaan sejati tidak datang dari keinginan untuk memiliki lebih banyak atau mengikuti apa yang sedang populer. JOMO mengajak kita untuk berhenti sejenak, menarik diri dari kebisingan eksternal, dan menemukan kedamaian dalam kehidupan yang lebih sederhana.

Stoikisme: Ketenangan yang Diperoleh Melalui Pengendalian Diri

JOMO, Stoikisme, dan Etnaprana: Cara Baru Menemukan Kebahagiaan Tanpa Tekanan Sosial

Stoikisme adalah filosofi yang muncul di Yunani pada abad ke-3 SM dan diajarkan oleh filsuf seperti Zeno dan Epictetus. Filosofi ini mengajarkan bahwa kebahagiaan tidak tergantung pada faktor eksternal, melainkan pada pengendalian diri dan bagaimana kita merespons peristiwa-peristiwa dalam hidup. Dalam Stoikisme, ada konsep "apatheia" atau ketenangan batin yang dicapai dengan mengendalikan hasrat dan emosi kita terhadap peristiwa yang tidak dapat kita kontrol.

Ketika dipadukan dengan JOMO, Stoikisme memperkuat ide bahwa kebahagiaan sejati berasal dari dalam diri, bukan dari pengejaran dunia luar yang tiada habisnya. Stoikisme mengajarkan kita untuk menerima kenyataan bahwa banyak hal dalam hidup berada di luar kendali kita, dan fokus pada hal-hal yang bisa kita kendalikan, seperti pikiran dan reaksi kita terhadap dunia. Dengan mengintegrasikan Stoikisme ke dalam praktik JOMO, kita dapat lebih mudah menikmati ketenangan batin dengan mengurangi kecemasan terhadap dunia luar yang terus berubah.

Halaman Selanjutnya
img_title