LUMAJANG: Tradisi Nyadran, Wujud Perayaan Syukur dan Harmoni Suku Tengger Desa Ranupani

Suku Tengger di Desa Ranupani, Kecamatan Senduro, Lumajang
Sumber :
  • portalberita.lumajangkab.go.id

Lumajang, WISATA – Masyarakat Suku Tengger di Desa Ranupani, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur menggelar tradisi Nyadran dengan penuh khidmat.

Tradisi ini digelar setiap perayaan Hari Raya Karo yang jatuh pada tanggal 15 bulan Karo dalam kalender Saka.

Nyadran menjadi puncak dari rangkaian perayaan Hari Raya Karo yang diselenggarakan pada tahun 2024 ini.

Momen ini menjadi ajang penting bagi warga Tengger untuk mempererat hubungan spiritual dengan leluhur mereka.

Menurut Pj. Kepala Desa Ranupani, Bambang Sugianto, pelaksanaan tradisi Nyadran adalah bagian tak terpisahkan dari perayaan Hari Raya Karo.

"Tradisi Nyadran ini digelar pada puncak atau penutupan Hari Raya Karo 2024," ungkap Bambang, Minggu (8/9/2024).

Masyarakat Desa Ranupani berpartisipasi dengan penuh antusias dalam prosesi ini, menjaga semangat gotong royong dan kekompakan antarwarga.

Upacara Nyadran dipimpin oleh dukun adat setempat, yaitu Romo Dukun Kariyoleh, Ngato, dan Suwarno.

Mereka adalah figur penting dalam masyarakat Suku Tengger, yang memegang peranan sebagai penjaga tradisi dan penghubung spiritual antara warga dan leluhur mereka.

Dalam prosesi ini, para dukun adat memanjatkan doa-doa khusus untuk memohon berkah dan keselamatan bagi seluruh anggota komunitas.

Tradisi Nyadran sendiri, dimulai dengan warga berbondong-bondong menuju makam leluhur mereka.

Dengan membawa bunga dan sesajen, mereka berjalan kaki ke area pemakaman yang menjadi tempat peristirahatan para pendahulu.

Setibanya di makam, mereka melakukan tabur bunga sebagai simbol penghormatan terhadap para leluhur, sekaligus sebagai wujud syukur atas kehidupan yang mereka jalani.

Prosesi tabur bunga ini bukan sekadar ritual biasa, melainkan manifestasi dari keyakinan kuat masyarakat Suku Tengger akan pentingnya menghormati leluhur.

Mereka percaya, bahwa roh-roh leluhur berperan dalam menjaga keselamatan dan kesejahteraan keluarga dan desa.

Dengan memanjatkan doa di makam leluhur, mereka berharap mendapatkan restu dan perlindungan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Selain aspek spiritual, Nyadran juga memiliki nilai sosial yang sangat penting bagi Suku Tengger.

Tradisi ini tidak hanya mempererat hubungan antarwarga, tetapi juga menjadi momen untuk memperkuat ikatan antargenerasi.

Anak-anak dan remaja diajak untuk ikut serta dalam prosesi ini, mereka belajar tentang pentingnya menghormati tradisi dan nilai-nilai yang diwariskan oleh leluhur.

Kegiatan Nyadran, juga menjadi sarana bagi Suku Tengger untuk menjaga keberlanjutan tradisi mereka.

Meski zaman terus berkembang, masyarakat Tengger tetap teguh memelihara warisan budaya mereka.

Nilai-nilai seperti rasa syukur, penghormatan kepada leluhur, dan kebersamaan terus ditanamkan dalam setiap generasi, sehingga tradisi ini tetap lestari.

Bagi Suku Tengger, tradisi Nyadran bukan sekadar ritual tahunan, tetapi cerminan dari identitas mereka sebagai masyarakat yang menjaga keseimbangan antara kehidupan spiritual dan sosial.

Dengan semaraknya acara Nyadran, mereka menunjukkan bahwa tradisi ini bukan hanya warisan masa lalu, tetapi juga bagian penting dari kehidupan mereka saat ini dan di masa depan.

Warisan leluhur yang terwujud dalam tradisi Nyadran di Desa Ranupani ini, menjadi simbol keteguhan hati masyarakat Suku Tengger dalam menjaga nilai-nilai kearifan lokal.

Di tengah arus modernisasi, mereka tetap kokoh mempertahankan identitas budaya mereka, mewariskan kearifan yang terus hidup dan berkembang di tengah perubahan zaman.

(Sumber: portalberita.lumajangkab.go.id)


Festival Gandrung Sewu: Tarian, Simbol Identitas dan Kebersamaan Masyarakat Banyuwangi