Seneca: Bukan yang Punya Sedikit yang Miskin, Tapi yang Selalu Ingin Lebih
- Image Creator Bing/Handoko
Malang, WISATA - “It is not the man who has too little, but the man who craves more, that is poor.”
Bagi banyak orang, ukuran kemiskinan adalah sedikitnya jumlah harta yang dimiliki. Namun, filsuf Stoik Romawi, Seneca, menantang pandangan tersebut melalui kutipannya yang tajam dan penuh makna. Menurutnya, orang miskin bukanlah dia yang punya sedikit, tapi justru dia yang selalu menginginkan lebih, tak peduli seberapa banyak yang sudah dia miliki.
Pemikiran ini terasa sangat relevan di era modern, di mana banyak orang terjebak dalam siklus keinginan tanpa henti. Gaji naik, gaya hidup pun ikut naik. Miliki rumah, lalu ingin rumah yang lebih besar. Sudah punya mobil, kemudian ingin mobil yang lebih mahal. Dalam lingkaran ini, rasa cukup menjadi barang langka, dan kemiskinan justru menjangkiti orang-orang yang hidup dalam kelimpahan.
Kemiskinan Adalah Soal Mental, Bukan Materi
Seneca memaknai kemiskinan bukan sebagai kekurangan harta, melainkan kekosongan dalam hati. Ia menjelaskan bahwa orang yang terus-menerus mengejar lebih banyak, meski sudah memiliki banyak, sedang mengalami kemiskinan dalam bentuk yang lebih dalam—kemiskinan jiwa.
Orang yang hidup sederhana namun merasa cukup jauh lebih damai dibandingkan mereka yang hidup dalam kemewahan tetapi tidak pernah puas. Kebahagiaan tidak datang dari penambahan, tetapi dari pengendalian keinginan.
Keinginan Tak Terbatas: Akar Ketidakbahagiaan
Keinginan adalah bagian alami dari manusia. Namun ketika keinginan menjadi tak terkendali dan tidak pernah mengenal batas, ia berubah menjadi beban yang tak terlihat namun sangat berat. Orang yang selalu ingin lebih akan terus hidup dalam perbandingan, ketakutan, dan ketidakpuasan.