Socrates: Membuat Orang Berpikir Lebih Penting daripada Mengajar

Socrates
Sumber :
  • Image Creator Grok/Handoko

“I cannot teach anybody anything. I can only make them think.”
Socrates

Socrates: “Kebijaksanaan Sejati Datang Saat Kita Menyadari Betapa Sedikitnya Kita Memahami Hidup Ini”

Malang, WISATA - Kutipan ini bukan hanya kalimat biasa. Ia mencerminkan filosofi pendidikan yang mendalam dan relevan hingga hari ini. Socrates, filsuf besar asal Yunani yang hidup sekitar 2.400 tahun lalu, dikenal bukan karena memberikan jawaban, melainkan karena menumbuhkan pertanyaan. Dalam dunia modern yang penuh informasi, pesan ini justru semakin penting: bahwa tujuan utama pendidikan bukan sekadar menyampaikan pengetahuan, melainkan menumbuhkan kemampuan berpikir.

Socrates dan Metode Dialektika

Socrates: “Aku Tidak Bisa Mengajar Siapa pun Apa pun. Aku Hanya Bisa Membuat Mereka Berpikir.”

Socrates tidak pernah menulis buku. Semua ajarannya disampaikan lewat dialog, tanya jawab, dan diskusi mendalam. Ia mencetuskan metode dialektika—serangkaian pertanyaan yang menggiring seseorang untuk menemukan jawabannya sendiri. Socrates percaya bahwa kebenaran sejati tidak bisa diajarkan secara langsung; kebenaran itu muncul dari proses berpikir dan refleksi pribadi.

Ia tidak pernah mengklaim sebagai guru, tetapi justru mengajak orang berpikir kritis, mempertanyakan asumsi, dan menggali makna dari pengalaman mereka sendiri.

Socrates: “Orang Cerdas Belajar dari Siapa pun dan dari Apa pun”

Pendidikan Bukan Sekadar Transfer Pengetahuan

Dalam dunia pendidikan modern, kutipan Socrates ini menjadi tamparan halus bagi sistem yang masih terlalu berfokus pada hafalan. Banyak institusi pendidikan masih berorientasi pada nilai ujian, bukan pada kemampuan berpikir kritis. Akibatnya, siswa diajarkan apa yang harus dipikirkan, bukan bagaimana cara berpikir.

Padahal, seperti yang dikatakan Socrates, “Saya tidak bisa mengajarkan apa pun kepada siapa pun. Saya hanya bisa membuat mereka berpikir.” Ini berarti bahwa seorang pendidik sejati bukanlah orang yang paling banyak bicara di kelas, melainkan orang yang mampu memantik rasa ingin tahu dan menumbuhkan kesadaran berpikir pada siswanya.

Relevansi di Era Digital

Di era digital, ketika informasi melimpah di ujung jari, kemampuan untuk berpikir kritis menjadi jauh lebih penting daripada sekadar mengingat fakta. Setiap hari, kita dibanjiri berita, opini, dan konten dari berbagai sumber. Tanpa kemampuan berpikir yang tajam, seseorang mudah tersesat dalam informasi yang menyesatkan atau bahkan terjebak dalam hoaks.

Inilah kenapa pendekatan Socrates tetap relevan: kita tidak butuh lebih banyak informasi, kita butuh cara berpikir yang lebih baik.

Mendidik untuk Menggugah Kesadaran

Pendidik ideal dalam pandangan Socrates bukanlah seorang pengisi gelas kosong, tetapi seorang yang menyalakan api. Tugasnya bukan menuangkan pengetahuan ke dalam pikiran siswa, tetapi menyalakan semangat berpikir, bertanya, dan mengeksplorasi.

Metode ini bisa dimulai dari hal sederhana:

  • Mengajukan pertanyaan terbuka di kelas
  • Mendorong siswa berdiskusi, bukan hanya mendengarkan
  • Menghargai berbagai sudut pandang
  • Memberikan ruang untuk refleksi dan argumentasi logis

Pemikiran Socrates dalam Kehidupan Sehari-hari

Filosofi Socrates tidak hanya untuk dunia akademis, tetapi juga berlaku dalam kehidupan sosial, politik, dan pribadi. Saat seseorang tidak begitu saja menerima apa yang didengar atau dilihat, melainkan memikirkannya dengan cermat, maka ia sedang menjalani prinsip Socrates.

Orang tua yang mendorong anaknya bertanya dan berpikir, bukan hanya menuruti perintah, sedang menerapkan pendekatan Socrates. Begitu juga pemimpin yang mengajak timnya untuk berpikir bersama, bukan sekadar memberi instruksi.

Berpikir Kritis sebagai Pilar Demokrasi

Kebebasan berpikir dan berekspresi adalah pilar utama demokrasi. Dan dasar dari kebebasan ini adalah kemampuan untuk berpikir kritis. Socrates sendiri dihukum mati oleh negara karena dianggap “meracuni pikiran pemuda” dengan ide-idenya yang mempertanyakan tatanan yang ada.

Namun dalam sejarah, terbukti bahwa justru karena pemikiran kritis inilah peradaban dapat berkembang. Jika masyarakat dilarang berpikir, maka mereka mudah dikendalikan. Sebaliknya, masyarakat yang berpikir adalah masyarakat yang bebas, kuat, dan berdaya.

Kesimpulan: Mendorong Masyarakat untuk Berpikir

Socrates tidak menawarkan jawaban pasti, tetapi ia menawarkan cara berpikir. Dan dari cara berpikir itulah muncul kesadaran, pencerahan, bahkan revolusi.

Di tengah dunia yang cepat berubah, di mana fakta sering tertukar dengan opini, dan kecepatan menyebarkan informasi melampaui kecepatan berpikir, ajaran Socrates menjadi penuntun: jangan berhenti bertanya, jangan puas dengan jawaban cepat, dan jangan takut untuk berpikir berbeda.

Seorang guru, pemimpin, orang tua, atau siapa pun yang ingin membuat perubahan tidak perlu mengajarkan segala sesuatu. Ia cukup membuat orang berpikir—dan perubahan akan datang dengan sendirinya.