Epictetus: Kebijaksanaan dalam Bersyukur, Bukan Bersedih atas yang Hilang
- Cuplikan layar
Makna Kebijaksanaan Menurut Epictetus
Epictetus tidak mendefinisikan orang bijak sebagai mereka yang punya gelar tinggi, pengaruh besar, atau kekayaan melimpah. Baginya, kebijaksanaan adalah kemampuan untuk tidak tenggelam dalam duka atas sesuatu yang tidak kita miliki, dan sebagai gantinya, menemukan sukacita dalam apa yang sudah kita miliki saat ini.
Bukan berarti kita tidak boleh bercita-cita lebih tinggi. Tapi sebelum melangkah, rasa syukur adalah fondasi yang harus dibangun terlebih dahulu. Karena tanpa syukur, pencapaian apa pun akan terasa hampa.
Duka Karena Kekurangan: Sumber Derita yang Tak Pernah Usai
Banyak orang hidup dalam bayang-bayang kesedihan karena merasa hidupnya “belum cukup”. Padahal, ukuran “cukup” sebenarnya tidak ditentukan oleh jumlah barang atau status sosial, melainkan oleh cara kita memandang hidup.
Seorang pekerja biasa bisa merasa cukup dan bahagia karena keluarganya sehat dan rumahnya damai. Sementara miliarder bisa merasa miskin karena kalah bersaing dari rekan bisnisnya.
Kunci dari semuanya bukan pada jumlah, melainkan pada sudut pandang. Di sinilah kebijaksanaan Epictetus menjadi terang benderang: kita bisa memilih untuk bahagia dengan apa yang kita punya, atau terus menderita karena memikirkan apa yang belum kita punya.