Bukan Dunia yang Bikin Kita Marah, tapi Cara Kita Menilainya – Pelajaran Stoik dari Donald Robertson

Donald Robertson
Sumber :
  • Cuplikan layar

Jakarta, WISATA – “Kemarahan bukanlah hasil dari peristiwa, tetapi dari penilaian kita terhadap peristiwa tersebut.” Kalimat ini berasal dari Donald Robertson, seorang psikoterapis kognitif asal Skotlandia yang dikenal luas sebagai salah satu tokoh utama dalam kebangkitan Stoikisme modern. Lewat kutipan tersebut, Robertson ingin menyampaikan satu pesan penting: yang membuat kita marah bukanlah apa yang terjadi, melainkan bagaimana kita memaknai apa yang terjadi.

Mengasihi Diri Sendiri: Pelajaran Stoikisme di Dunia yang Keras

Di tengah kehidupan yang semakin kompleks dan cepat, kemarahan telah menjadi bagian dari rutinitas banyak orang. Dari kemacetan pagi hari, komentar negatif di media sosial, hingga tekanan pekerjaan—semuanya bisa memicu ledakan emosi. Namun Robertson mengajak kita untuk mengambil jarak sejenak dan merenungkan: apakah kita marah karena situasinya, atau karena penilaian pribadi kita terhadap situasi tersebut?

Akar Emosi Ada di Pikiran, Bukan di Luar

Mencintai Hidup Berarti Mencintai Perubahan: Pandangan Jules Evans

Dalam filosofi Stoik, yang banyak Robertson angkat dalam bukunya How to Think Like a Roman Emperor, emosi negatif seperti kemarahan tidak berasal dari dunia luar. Sebaliknya, emosi muncul dari interpretasi kita sendiri. Dunia hanya menyajikan fakta dan kejadian, kitalah yang memberinya makna.

Misalnya, ketika seseorang memotong antrean, kita bisa memilih untuk menilai bahwa itu adalah bentuk ketidaksopanan dan merasa marah. Atau, kita bisa menganggap mungkin ia sedang terburu-buru karena keadaan darurat. Respon emosional sangat bergantung pada cara kita berpikir—dan di situlah letak kekuatan Stoikisme.

Jika Anda Hanya Baca 1 Filsuf Stoik Tahun Ini, Bacalah Chrysippus

Kemarahan yang Merusak Diri Sendiri

Donald Robertson menekankan bahwa kemarahan yang tidak terkendali justru lebih sering merugikan diri sendiri dibanding orang lain. Ia menyita energi, merusak hubungan, bahkan bisa mengganggu kesehatan fisik. Dalam banyak kasus, kemarahan juga mengaburkan penilaian, membuat kita bertindak impulsif, dan menyesal kemudian.

Halaman Selanjutnya
img_title