Robert Rosenkranz: “Jadilah Pribadi yang Tidak Bereaksi, Tetapi Merespons dengan Pemikiran Matang”
- Cuplikan layar
Jakarta, WISATA– Di tengah dunia yang terus bergerak cepat dan penuh tekanan, Robert Rosenkranz, seorang pemikir stoik modern dan investor visioner asal Amerika Serikat, menyampaikan pesan mendalam yang menyentuh aspek mendasar dari kepemimpinan dan kecerdasan emosional:
“Jadilah pribadi yang tidak bereaksi, tetapi merespons dengan pemikiran matang.”
Pesan ini menyiratkan ajakan untuk menciptakan ketenangan dalam menghadapi tekanan, serta mengembangkan kebiasaan berpikir secara rasional sebelum mengambil tindakan. Dalam era digital yang sarat impulsivitas, kata-kata Rosenkranz menjadi penuntun bagi siapa pun yang ingin membangun kepribadian tangguh, tenang, dan bijak.
Bereaksi dan Merespons: Dua Hal yang Berbeda
Banyak orang tidak menyadari perbedaan mendasar antara bereaksi dan merespons. Reaksi adalah tindakan spontan yang digerakkan oleh emosi, biasanya tanpa pertimbangan matang. Sebaliknya, respon adalah tindakan yang lahir dari pemikiran, perenungan, dan pengendalian diri.
Robert Rosenkranz menjelaskan bahwa mereka yang mampu menahan diri untuk tidak langsung bereaksi justru memiliki keunggulan dalam kepemimpinan, negosiasi, dan pengambilan keputusan. Dalam bukunya The Stoic Capitalist: Advice for the Exceptionally Ambitious (2025), ia menekankan bahwa ketenangan adalah salah satu bentuk kekuatan intelektual tertinggi.
“Saat Anda berhenti sejenak untuk berpikir sebelum berbicara atau bertindak, Anda sedang mengambil kendali atas hidup Anda sendiri,” ujar Rosenkranz dalam wawancara dengan The Strategic Leader Journal.
Dunia yang Terburu-Buru Membutuhkan Orang yang Lambat Berpikir Tapi Cepat Tepat
Di era media sosial dan komunikasi instan, kita sering merasa terdorong untuk merespons dengan cepat segala sesuatu—entah itu komentar negatif, tekanan pekerjaan, atau perubahan mendadak dalam pasar. Namun Rosenkranz mengingatkan, kecepatan bukanlah segalanya. Ketepatan jauh lebih penting.
Individu yang bereaksi cepat tanpa pemikiran justru rawan membuat kesalahan, kehilangan kredibilitas, atau bahkan merusak hubungan. Sementara mereka yang menahan diri, memproses informasi, dan kemudian merespons dengan ketenangan cenderung mendapatkan hasil lebih baik.
Latihan Menjadi Responder, Bukan Reactor
Rosenkranz percaya bahwa kemampuan untuk merespons secara matang adalah keterampilan yang bisa dilatih. Dalam karyanya, ia merekomendasikan beberapa strategi praktis untuk menumbuhkan kebiasaan ini:
1. Berhenti Sejenak
Ambil waktu tiga detik sebelum menjawab pertanyaan, kritik, atau provokasi. Keheningan sejenak bisa memberi ruang bagi logika untuk masuk.
2. Tarik Napas Dalam-dalam
Perubahan fisiologis sederhana seperti pernapasan yang terkontrol dapat menenangkan sistem saraf dan menjernihkan pikiran.
3. Ajukan Pertanyaan pada Diri Sendiri
“Apakah respons saya akan memperbaiki situasi atau memperburuk?” Jika tidak yakin, tunda dulu.
4. Tulis, Jangan Langsung Bicara
Menuliskan pemikiran sebelum menyampaikannya secara lisan atau digital bisa mencegah kesalahan impulsif.
Studi Kasus: Pemimpin yang Merespons dengan Matang
Salah satu kisah menarik yang dibagikan Rosenkranz adalah tentang seorang direktur operasional perusahaan energi yang menghadapi tuduhan publik mengenai pencemaran lingkungan. Tim PR perusahaan mendesaknya untuk segera mengeluarkan pernyataan, namun sang direktur memilih mengumpulkan data terlebih dahulu, melakukan audit internal, dan berdialog dengan komunitas lokal.
Dalam beberapa hari, ia menyampaikan respons resmi yang tidak hanya berdasarkan fakta, tetapi juga menunjukkan empati, akuntabilitas, dan komitmen terhadap perubahan. Respons ini mendapat apresiasi dari banyak pihak dan mengubah arah opini publik.
“Jika saya langsung bereaksi saat itu, saya akan terdorong untuk membela diri. Tapi karena saya memilih untuk memahami dahulu, saya bisa merespons dengan kejelasan dan empati,” ujarnya, dikutip dari laporan Harvard Business Review.
Kunci Kepemimpinan: Tenang dalam Badai
Menurut Rosenkranz, pemimpin besar bukanlah mereka yang bicara paling keras, tetapi yang paling tenang ketika semua orang panik. Dalam situasi krisis, pemimpin yang bereaksi bisa memperkeruh suasana. Namun pemimpin yang merespons dengan pemikiran matang mampu menjadi jangkar bagi timnya.
Keputusan penting tidak boleh didasarkan pada emosi sesaat, apalagi tekanan dari luar. Karena itu, pemimpin yang melatih diri untuk tenang dan merespons secara bijaksana cenderung menciptakan budaya kerja yang sehat dan produktif.
Stoisisme Modern: Membangun Ketahanan Mental
Pemikiran Rosenkranz sangat dipengaruhi oleh filsafat Stoik, terutama gagasan bahwa kita tidak memiliki kendali atas apa yang terjadi, tetapi kita sepenuhnya bertanggung jawab atas bagaimana kita meresponsnya.
Stoisisme mengajarkan disiplin pikiran, kendali atas emosi, dan keteguhan hati dalam menghadapi situasi sulit. Rosenkranz mengadaptasi ajaran ini ke dalam konteks modern, terutama untuk dunia bisnis dan kepemimpinan.
“Anda tidak bisa mengubah dunia, tetapi Anda bisa mengubah cara Anda melihat dan menanggapinya,” tulisnya dalam The Stoic Capitalist.
Menjadi Individu Tangguh di Era Digital
Tidak hanya untuk pemimpin, pesan Rosenkranz juga relevan untuk generasi muda yang hidup dalam tekanan media sosial, berita clickbait, dan budaya cancel. Ia mendorong agar setiap orang mulai melatih ketahanan mental dan kemampuan berpikir sebelum bertindak.
Di dunia yang serba cepat dan reaktif, pribadi yang mampu berpikir sebelum bertindak akan selalu unggul—bukan hanya dalam karier, tetapi juga dalam hubungan pribadi dan pengembangan diri.
Kesimpulan: Ketenangan Adalah Kekuatan
Pesan Robert Rosenkranz—“Jadilah pribadi yang tidak bereaksi, tetapi merespons dengan pemikiran matang”—bukan hanya ajakan untuk menjadi bijak, tetapi juga strategi hidup jangka panjang yang akan membentuk karakter, kredibilitas, dan kualitas kepemimpinan seseorang.
Dalam diam, kita menemukan ruang untuk berpikir. Dalam berpikir, kita menemukan arah yang benar. Dan dalam merespons dengan tenang, kita menjadi pribadi yang tidak hanya kuat, tetapi juga dihormati.