Plato: Sang Filsuf yang Menulis Dunia, Bukan Sekadar Mengajarkan Filsafat
- Image Creator/Handoko
Jakarta, WISATA - Plato adalah nama yang hampir selalu disebut ketika berbicara tentang filsafat Barat. Tetapi, banyak orang keliru memahami Plato seolah-olah ia adalah profesor kuno atau pendiri universitas pertama. Padahal, jika kita menelusuri lebih dalam melalui karya-karyanya, terutama dialog-dialog filosofisnya, kita akan menemukan sosok yang jauh lebih kompleks dan membebaskan daripada yang biasa diajarkan di kelas-kelas modern.
Plato: Bukan Guru di Ruang Kelas
Ketika membaca tentang Plato, penting untuk “mengimunisasi” diri dari gambaran-gambaran keliru yang dibentuk oleh para komentator modern. Plato bukanlah seorang profesor dengan "ajaran resmi" yang disampaikan kepada murid-muridnya. Ia justru menulis dialog-dialog yang mengundang pembacanya berpikir sendiri. Banyak kontroversi muncul bahkan sejak zaman kuno tentang apa sebenarnya kepercayaan pribadi Plato, karena ia lebih memilih menampilkan berbagai sudut pandang dalam karya-karyanya tanpa menetapkan doktrin kaku.
Republik: Blueprint Negara atau Kritik Demokrasi?
Salah satu kesalahan umum adalah menganggap Republic sebagai cetak biru negara ideal versi Plato, dan menganggapnya anti-demokrasi. Padahal, jika kita melihat karya-karya lain seperti Politicus dan Laws, Plato justru mengembangkan pemikiran tentang perbedaan antara demokrasi yang sah dan demokrasi yang rusak. Ia juga menunjukkan kecintaan terhadap demokrasi Athena, menyebutnya sebagai masa keemasan dibandingkan pemerintahan tiran, meskipun ia tetap kritis terhadap kekurangannya.
Kehidupan Plato: Dekat dengan Dunia Nyata
Plato tidak hidup sebagai bangsawan kaya, tetapi dari hasil pertanian yang diwarisinya. Ia juga memiliki ikatan keluarga dengan tokoh-tokoh demokrasi terkemuka di Athena. Dedikasinya terhadap reformasi politik terlihat dalam upayanya mendidik penguasa muda di Syracuse, meskipun berakhir dengan kegagalan. Keberanian Plato untuk berusaha memperbaiki keadaan daripada menyerah pada sistem yang ada menunjukkan idealismenya yang tak mudah luntur.
Socrates: Guru yang Mengubah Dunia
Dalam karya-karyanya, Plato menonjolkan metode Socrates yang berbasis tanya jawab personal. Socrates bukan guru biasa—ia mempengaruhi banyak pemuda Athena meski dengan penampilan yang jauh dari ideal. Plato mengagumi prinsip Socrates untuk "tidak pernah berbuat salah, bahkan terhadap musuh", dan mengabadikannya dalam dialog-dialog yang menuntut partisipasi aktif pembacanya.
Dialog-Dialog Plato: Lebih dari Sekadar Fiksi
Penelitian arkeologi modern membuktikan bahwa karakter-karakter dalam dialog Plato bukan fiksi semata. Mereka adalah tokoh-tokoh nyata, tercatat dalam pidato pengadilan, prasasti, dan karya sastra lainnya. Bahkan budak dan perempuan tidak dilupakan dalam gambaran Plato tentang masyarakat Athena, menunjukkan betapa realistis dan inklusifnya karya-karyanya dibandingkan pemikir lain pada masanya.
Akademi: Lahir dari Pembebasan dan Persahabatan
Setelah kematian Socrates, Plato mencari rekan-rekan pemikir baru. Berkat bantuan sahabatnya, Plato memperoleh sebidang tanah di dekat Athena, yang menjadi lokasi berdirinya Akademi—cikal bakal pusat studi filsafat pertama di dunia. Akademi ini bukanlah sekolah formal, melainkan komunitas pemikiran bebas yang mendorong diskusi mendalam dan eksperimen intelektual.
Dunia Ide: Warisan Abadi Plato
Salah satu kontribusi terbesar Plato adalah konsep tentang Forms atau Ideals. Dunia yang bisa kita lihat, sentuh, dan dengar hanyalah bayangan dari dunia nyata yang sempurna dan abadi. Seperti yang pernah dikatakan Helen Keller, "Bagi orang yang buta dan tuli, dunia ide Plato memiliki makna khusus." Dunia ideal ini, bagi Plato, hanya bisa dipahami melalui akal, bukan pancaindra.
Kesimpulan: Menghadapi Plato dengan Pikiran Terbuka
Plato tidak menawarkan jawaban sederhana atau dogma siap pakai. Ia mengajak kita untuk berpikir, bertanya, dan terus mencoba memahami dunia dengan seluruh kapasitas intelektual kita. Bagi Plato, kegagalan memahami adalah bagian dari perjalanan menuju kebenaran. Membaca Plato bukanlah sekadar mengenang masa lalu, tetapi latihan mental yang relevan sepanjang zaman.