Plato: “Kebahagiaan adalah harmoni antara jiwa, tubuh, dan masyarakat.”
- Image Creator/Handoko
Jakarta, WISATA - Plato, murid Socrates dan pendiri Akademi di Athena, menempatkan kebahagiaan sebagai tujuan tertinggi kehidupan manusia. Dalam banyak karyanya—termasuk The Republic—ia menekankan bahwa kebahagiaan sejati tidak dapat diraih dengan memuaskan satu aspek saja, melainkan melalui keseimbangan antara kondisi batin, jasmani, dan relasi sosial.
Keseimbangan Jiwa sebagai Dasar Kebahagiaan
Bagi Plato, jiwa (psikhē) memiliki tiga bagian utama: rasio, semangat, dan keinginan. Rasio harus memimpin, semangat mendukung keberanian dan etika, sementara keinginan dikendalikan agar tidak berlebihan. Ketika ketiganya bekerja selaras, jiwa berada dalam keadaan harmonis. Inilah fondasi kebahagiaan, sebab tanpa kestabilan batin pikiran mudah gelisah, emosi tidak terjaga, dan nafsu akan melampaui batas.
Tubuh yang Sehat Mendukung Ekspresi Jiwa
Plato tidak memisahkan pikiran dari tubuh. Ia percaya bahwa kondisi fisik memengaruhi suasana hati dan kemampuan berpikir. Olahraga, makan secukupnya, dan istirahat yang cukup adalah bagian dari pendidikan jiwa. Tubuh yang lemah akan membebani pikiran, sehingga upaya mencapai kebajikan dan kebahagiaan menjadi terhambat. Harmoni jasmani menjadikan jiwa lebih leluasa menapaki jalan kearifan.
Masyarakat sebagai Wadah Berkembangnya Kebajikan
Kebahagiaan tidak terjadi dalam ruang hampa. Menurut Plato, manusia adalah makhluk sosial yang hanya dapat hidup bermakna dalam komunitas yang adil dan tertib. Negara ideal, dalam visinya, dipimpin oleh filosofer-raja yang bijak sehingga hukum dan lembaga mengarahkan warga menuju kebaikan. Saat struktur sosial mendukung pendidikan moral dan kesejahteraan, individu dapat lebih mudah mengaktualisasikan potensi jiwa dan tubuhnya.
