Al-Ghazali: "Rasionalitas yang Tidak Disertai Keimanan adalah Kekosongan; Keimanan Tanpa Akal, Hanyalah Kedangkalan"
- Image Creator Grok/Handoko
Malang, WISATA - Kata-kata ini merupakan salah satu ungkapan paling mendalam dari Al-Ghazali, tokoh terkemuka dalam tradisi pemikiran Islam yang berhasil mengintegrasikan aspek rasional dengan keimanan. Ungkapan tersebut menyiratkan bahwa pencarian kebenaran dan pemahaman yang komprehensif harus melibatkan kedua elemen penting: akal dan keimanan. Tanpa keseimbangan antara keduanya, pengetahuan tetap akan terasa hampa dan tidak mampu memandu jiwa menuju pencerahan sejati. Artikel ini akan mengupas makna kutipan tersebut, menguraikan latar belakang pemikiran Al-Ghazali, serta menggambarkan relevansinya dalam kehidupan modern.
Latar Belakang Al-Ghazali
Al-Ghazali (1058–1111 M) adalah seorang ulama, filsuf, dan sufi yang memiliki peran besar dalam mengembangkan teologi dan filsafat Islam. Melalui karyanya yang terkenal, Ihya Ulum al-Din (Kebangkitan Ilmu-Ilmu Agama), beliau menyelaraskan antara pendekatan rasional dan pengalaman spiritual. Al-Ghazali mengkritik kecenderungan untuk mengandalkan logika semata tanpa menyertakan kekayaan batin, dan sebaliknya, menolak penghayatan keimanan yang terpisah dari penalaran akal. Bagi beliau, kehidupan yang utuh harus mencakup kedua aspek ini agar jiwa manusia dapat mencapai pemahaman yang mendalam dan pencerahan yang abadi.
Makna Kutipan
"Rasionalitas yang tidak disertai dengan keimanan adalah kekosongan; keimanan tanpa akal, hanyalah kedangkalan."
Kutipan ini mengandung dua pesan utama:
Integrasi Akal dan Keimanan