Pierre Hadot: "Hidup yang Bermakna Dimulai dengan Kesadaran Akan Diri Sendiri"

Pierre Hadot
Sumber :
  • Image Creator Grok/Handoko

Jakarta, WISATA - Di zaman yang serba cepat dan penuh tekanan seperti sekarang ini, banyak orang mencari cara untuk hidup lebih tenang, lebih bijaksana, dan tentu saja lebih bermakna. Tapi di tengah lautan buku motivasi dan panduan hidup modern, ada satu nama dari dunia filsafat yang diam-diam menginspirasi ribuan orang di seluruh dunia: Pierre Hadot. Seorang filsuf asal Prancis yang telah tiada pada 2010, namun warisan pemikirannya justru semakin hidup dan relevan hari ini.

John Sellars: “Filsafat Bukan untuk Ruang Kuliah; Ia Adalah untuk Hidup yang Nyata”

Salah satu kutipan terkenalnya berbunyi, “Hidup yang bermakna dimulai dengan kesadaran akan diri sendiri.” Kalimat yang terdengar sederhana, tapi mengandung kedalaman luar biasa tentang bagaimana kita seharusnya menjalani hidup. Mari kita kupas lebih dalam, siapa sebenarnya Pierre Hadot, dan mengapa pemikirannya mampu menyentuh begitu banyak jiwa di era yang tampaknya semakin jauh dari makna.

Mengenal Pierre Hadot: Filsuf yang Mempopulerkan Filsafat Sebagai Cara Hidup

30 Kutipan Terbaik Massimo Pigliucci dari Karya Fenomenalnya, How to Be a Stoic (2017)

Pierre Hadot bukan filsuf biasa. Ia bukan tipe akademisi yang hanya berdebat di ruang kuliah atau menulis jurnal yang hanya dipahami segelintir orang. Ia adalah seorang pemikir yang percaya bahwa filsafat harus membumi. Menurut Hadot, filsafat seharusnya bukan teori abstrak yang hanya dibahas di ruang kelas, melainkan cara hidup sehari-hari.

Dalam karyanya yang paling dikenal, Philosophy as a Way of Life, Hadot mengungkapkan bahwa para filsuf kuno seperti Socrates, Epictetus, dan Marcus Aurelius, sejatinya tidak mempelajari filsafat hanya untuk mengetahui, tapi untuk menjadi—menjadi manusia yang lebih baik, lebih sadar, dan lebih bijaksana.

Hiduplah Seolah Kamu Akan Mati Besok, Tapi Berpikirlah Seolah Akan Hidup Selamanya – Stoik ala Massimo Pigliucci

Hadot menyadarkan kita bahwa filsafat kuno, khususnya Stoicisme, sesungguhnya adalah seperangkat latihan spiritual yang dapat membantu manusia mencapai ketenangan batin dan kekuatan moral. Dan latihan pertama yang paling penting? Menyadari siapa diri kita sebenarnya.

Kesadaran Diri: Kunci Menemukan Makna Hidup

Di dunia yang penuh distraksi—dari notifikasi media sosial hingga tekanan karier—banyak orang merasa terjebak dalam rutinitas tanpa sempat bertanya: “Aku sebenarnya sedang ke mana? Dan siapa sebenarnya aku?”

Di sinilah Hadot menjadi relevan. Ia mengajak kita berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam, dan menyadari keberadaan kita sendiri. Ia meyakini bahwa ketika kita benar-benar menyadari diri—pikiran, emosi, ketakutan, dan harapan kita—maka kita bisa mulai mengarahkan hidup ke arah yang benar.

Kesadaran akan diri bukan berarti egois atau hanya fokus pada diri sendiri. Justru sebaliknya. Dengan mengenal diri, kita bisa lebih jujur, lebih rendah hati, dan lebih siap menghadapi kehidupan dengan kepala dingin.

Menghidupkan Kembali Latihan Filsafat Kuno di Zaman Modern

Bagi Hadot, filsafat kuno seperti Stoicisme bukan hanya pelajaran sejarah, tapi alat praktis untuk mengasah batin kita. Ia menyebut aktivitas seperti merenung sebelum tidur, melatih pengendalian emosi, menghadapi kematian tanpa takut, dan bersyukur pada kehidupan saat ini sebagai bagian dari "latihan spiritual" ala filsuf kuno.

Dalam pandangan Hadot, latihan ini tak jauh beda dengan meditasi atau mindfulness yang populer saat ini. Tapi bedanya, filsafat ala Hadot lebih bersifat reflektif dan etis—mendorong kita untuk bertanya: “Apakah aku hidup dengan baik hari ini?” dan “Apakah aku bertindak sesuai nilai yang kuyakini?”

Hadot dan Stoicisme: Mengembalikan Kendali pada Diri

Salah satu kontribusi besar Hadot adalah membumikan kembali Stoicisme sebagai filosofi yang sangat cocok untuk zaman modern. Di tengah dunia yang tidak pasti—di mana pandemi bisa melanda kapan saja, pekerjaan bisa hilang, dan relasi bisa retak—Stoicisme menawarkan ketenangan dalam bentuk kendali atas diri sendiri.

Dan Hadot menunjukkan bahwa kita tidak harus menjadi filsuf profesional untuk mempraktikkan hal itu. Cukup dengan menumbuhkan kesadaran saat berbicara, memilih reaksi yang tenang saat marah, atau memaafkan saat disakiti—itu semua adalah tindakan Stoik yang nyata.

Ia mengingatkan bahwa kita tak bisa mengendalikan dunia, tapi kita bisa mengendalikan cara kita merespons dunia. Di situlah letak kekuatan sejati manusia.

Pengaruh Pierre Hadot di Era Modern

Tak heran jika banyak tokoh modern, termasuk ilmuwan sekaligus praktisi Stoicisme seperti Massimo Pigliucci, mengakui bahwa pemikiran Hadot telah membantu menjembatani dunia akademik dengan praktik sehari-hari. Bahkan buku-buku pengembangan diri saat ini banyak yang diam-diam mengadopsi pemikiran Hadot—mengubah filsafat menjadi panduan hidup yang konkret dan aplikatif.

Di media sosial, komunitas Stoik modern terus berkembang. Banyak yang mengutip Hadot, mengulas bukunya, dan membagikan pengalaman mereka mempraktikkan ajaran-ajarannya dalam menghadapi kegagalan, kehilangan, dan stres.

Mengapa Relevan Hari Ini?

Karena hidup hari ini, seperti yang kita rasakan, bukan hanya soal bertahan hidup—tapi mencari makna. Dan Hadot mengajak kita untuk berhenti mencari ke luar, dan mulai menggali ke dalam. Menjadi Stoik modern bukan berarti menjadi kaku atau tak berperasaan, tapi menjadi pribadi yang kuat, tenang, dan tahu tujuan hidupnya.

Dan semuanya dimulai dari satu langkah kecil: kesadaran akan diri sendiri.

Hadot, Stoikisme, dan Jalan Menuju Hidup Bermakna

Pierre Hadot bukan hanya menghidupkan kembali Stoicisme, tapi juga menyelamatkan kita dari gaya hidup yang terjebak dalam kebisingan luar. Ia mengingatkan bahwa jalan menuju hidup yang bermakna bukanlah dengan mencari validasi eksternal, melainkan melalui perjalanan ke dalam diri sendiri. Menyadari siapa kita, mengelola emosi kita, dan hidup sesuai nilai-nilai yang kita yakini.

Di tengah dunia yang penuh kekacauan, ajaran Hadot terasa seperti oase yang menyegarkan. Dan mungkin, seperti yang dia katakan, hidup yang bermakna memang benar-benar dimulai dari kesadaran akan diri sendiri.